HILDA [DUA PULUH DELAPAN]

Cukuplah Hati Menjadi Saksi “Tidak Hilda, itu tidak benar. Jika memang kamu tidak mencintaiku, lalu kenapa kamu menangis?” kataku. Aku masih mendengar isakan lembutnya, aku yakin dia memiliki perasaan yang sama denganku. Tangisannya adalah alasan bahwa dia juga mencintaiku, namun dia tidak memiliki keberanian untuk mengakui perasaan tersebut. Aku tidak bisa menyalahkan Hilda tentang hubungannya…

Read More

HILDA (DUA PULUH TUJUH)

Cinta yang Terhormat “Halo…. Siapa ini?” Masih tidak terdengar jawaban. Hilda melirik Andin, Andin mengangkat bahunya memberi isyarat kenapa? “Apa gak nyambung ya, gak ada suaranya,” kata Hilda dan akan mengakhiri panggilan tersebut, namun tiba-tiba terdengar suara. “Wa’alaikumussalam Hilda,” Hilda terkejut dan mendekatkan kembali ponselnya ke telinganya. “Iya, maaf siapa ini?” “Aku Wafa,” Hilda terdiam…

Read More

HILDA (DUA PULUH ENAM)

Perasaan yang Tersembunyi “Apa njenengan bisa hidup dengan perempuan yang memiliki kekurangan besar ini? Yang mungkin tidak mampu menjalankan pernikahan dan menjadikan njenengan suami seutuhnya?” Dia menarik nafas panjang tidak langsung menjawab pertanyaanku. Aku yakin dia terkejut dan tidak menyangka aku berterus terang tentang keadaanku. “Bagaimana kata dokter, kira-kira bisa disembuhkan dengan cepat? Maksudnya pasti…

Read More

HILDA (DUA PULUH LIMA)

Permintaannya adalah Perintah Selepas ngaji pagi aku kembali membaca laporan penelitian yang dikirim mas Wafa, sambil menunggu dia membalas pesanku. Sejak semalam dia belum merespon pesan yang aku kirim. “Maaf Hilda kemaren saya ada urusan jadi baru bisa balas,” Aku tersenyum membaca pesan pertamanya di pagi ini. “Njeh mas gak apa-apa, jadi menurut njenengan ide…

Read More

HILDA (DUA PULUH EMPAT)

TAMU SPESIAL UMMI “Oke gak apa-apa. Tetap semangat menulis ya. Siang ini aku akan bertemu profesorku dulu, biar segera lulus dan kembali ke Indonesia. Siapa tahu nanti kamu mau ngajak aku makan nasi padang, hahaha…” Pesannya membuatku malu, aku tersenyum membaca pesannya. Mas Wafa memang benar-benar teman yang baik. “hehehe..” balasku singkat. “Oh ya, coba…

Read More

HILDA (DUA PULUH TIGA)

BERTEMAN DENGAN ORANG BAIK Namaku Hilda, hanya satu kata dalam namaku tanpa nama depan maupun belakang. Tidak seperti teman-temanku yang namanya terdiri dari dua kata atau tiga bahkan empat, nama mereka indah dan cantik-cantik juga serat dengan makna, bahkan ada pula yang asal namanya tokoh-tokoh dalam kisah wayang, atau ratu-ratu dari negeri seberang, sungguh nama…

Read More

HILDA (DUA PULUH DUA)

PRAMBANAN Hilda memutar tubuhnya dan berjalan pelan ke arah bis dengan perasaan bingung, dia berusaha mencerna kalimat yang disampaikan Wafa. Kenapa kalimat tersebut membuat hatinya merasakan sesuatu yang entah apa itu. “Hilda…!” teriak Wafa, Hilda kembali membalikkan tubuhnya. “Terima kasih,” kata wafa dengan senyuman yang membuat Hilda terdiam memandang senyuman Wafa. “Saya juga, terima kasih…

Read More

HILDA (DUA PULUH SATU)

MELUPAKAN DIRIMU SAJA TIDAK MUDAH “Kan aku dah bilang, gak perlu minta maaf, jatuh cinta dan tidak jatuh cinta itu bukan sebuah kesalahan,” kata Zulfi sambil menggoreskan senyuman manisnya. “Sekarang ceritakan padaku, siapa Hilda? Perempuan yang membuatmu berdebar?” Wafa terkejut dengan kalimat selanjutnya, Wafa memegang keningnya sambil kembali menarik nafas. Bagaimana bisa Zulfi dengan mudah…

Read More

SITI HAJAR

Puisi Dr. Nur Rofi’ah Siti Hajar adalah seorang perempuan mandiriMembesarkan Ismail seorang dirisaat Ibrahim karena sesuatu hal mesti pergi Tidak hanya Ibrahaim As sebagai ayah tetapi juga Siti Hajar sebagai ibu yang gundahmelepas anak sebagai persembahan kepada Allah Tidak hanya Ibrahim tapi juga Siti Hajar Yang imannya kepada Allah menjadi tegarMengatasi rasa memiliki pada anak…

Read More

Hilda (dua puluh)

Kebimbangan   Zulfi berdiri dan menyalami mereka, Alvin menahan tangan Zulfi, “Kamu baik-baik saja Ning?” Zulvi mengangguk dan berlalu pergi. Alvin masih mengejarnya sampai depan kafe. “Aku antar pulang ya Ning,” “Nggak usah, makasih ya. Terkait Web, aku manut kalian, oke…” Zulfi berlalu pergi meninggalkan ketiga temannya. Alvin kembali ke meja dan menatap Wafa yang…

Read More