Perasaan yang Tersembunyi

“Apa njenengan bisa hidup dengan perempuan yang memiliki kekurangan besar ini? Yang mungkin tidak mampu menjalankan pernikahan dan menjadikan njenengan suami seutuhnya?”

Dia menarik nafas panjang tidak langsung menjawab pertanyaanku. Aku yakin dia terkejut dan tidak menyangka aku berterus terang tentang keadaanku.

“Bagaimana kata dokter, kira-kira bisa disembuhkan dengan cepat? Maksudnya pasti setelah menikah rasa traumamu itu bisa hilang,” katanya.

“Aku juga tidak pernah mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut mas. Kata doker banyak kemungkinan, baik kemungkinan cepat sembuh maupun lama sembuh,” kataku.

Aku rasa dia menatapku dalam, entah dari tatapannya itu aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya.

“Maafkan aku Hilda, aku tidak bisa berkata apapun sekarang ini. Aku akan pulang dulu dan mencoba berpikir jernih dan akan mencari tahu tentang penyakit tersebut. Semoga segera menemukan solusinya. Kamu tidak perlu khawatir ya, insyaallah akan ada jalan keluar,”

Aku mengangguk.

“Jangan ragu jika njenengan tidak siap menerima keadaanku mas, karena sejak awal aku selalu siap ketika orang tidak bisa menerimaku,” kataku meyakinkannnya.

Aku berdiri sambil mengatakan hati-hati di jalan dan mengucapkan salam kepadanya. Dia pun berlalu pergi.

Ketika aku berjalan meninggalkan ruang tamu, tiba-tiba Bu Amirah memelukku. Mungkin beliau mendengar semua perbincangan kami.

(Bersambung)

Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.

Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.

Salam Cinta untuk Semuanya.

*Oleh: Muyassaroh H,asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here