Khotimatul Khusna Ulama Perempuan Masa Kini dan Kiprah Pengabdian untuk Masyarakat
Oleh : Firda Ainun Ula
Fatayatdiy.com – Menyimak popularitas dan eksistensi ulama-ulama dalam dunia islam, terutama di Yogyakarta, agaknya cukup sulit bagi penulis untuk menemukan ulama perempuan di Yogyakarta yang masih mampu untuk diwawancarai, selain karena kondisi covid-19 yang menjadi penghambat untuk bertemu, beberapa pondok pesantren menutup diri untuk dikunjungi, belum lagi beberapa ulama-ulama dipondok pesantren akhir-akhir ini banyak yang “gerah” atau sakit. Beberapa hari membaca beberapa literatur-literatur pendukung yang menuliskan tentang ulama perempuan DIY belum juga membawa hasil , sangat minim bahkan sulit ditemui.
Pergi ke sekertariat Gusdurian dan melihat buku berwarna pink yang menarik perhatian dengan judul “Jejak Perjuangan Keulamaan Perempuan Indonesia” yang kemudian membawa saya kepada seorang perempuan yang tegas, mempunyai prinsip yang kuat, selalu ceria, rendah hati, sekaligus penggerak, bagaimana tidak beliau ini tidak pernah membeda-bedakan tamu yang datang semua disambut dengan baik dan ceria, semangat berbagi cerita ini yang besar harapannya dapat menginspirasi kalangan remaja agar dapat dijadikan teladan, dari beberapa inisiasi yang dapat membawa perubahan bagi sekitar selain itu beberapa gerakan yang lahir dari hasil analisa permasalahan yang ada di masyarakat.
Yogyakarta yang begitu istimewa dikenal sebagai kota pelajar, sumber gerakan-gerakan, mahasiswa dan mahasiswi yang mapan pengetahuan, dan persepsi ini agaknya sudah melekat dikepala masyarakat Indonesia.Bisa dilihat dari tokoh- tokoh yang lahir, mulai dari pembaharu, pemikir, penggerak dll. Dari beberapa karakter tersebut Khotimatul Khusna memilinya, perempuan pembaharu, pemikir juga penggerak ini menyerahkan hidupnya untuk kebermanfaatan di masyarakat .
Menjadi perempuan yang kuat,cerdas, berdaya dan memiliki keyakinan yang kuat tentu tidak mewujud begitu saja. Khotimatul Khusna yang kerap disapa Bu Khotim ini tumbuh dan berkembang mengarungi mengarungi gelombang kehidupan. Sejak kecil bapak terutama ibunya selalu memberi contoh dan tauladan tentang kerasnya kehidupan, keceriaan, keihkhlasan dalam berkhidmat dan melibatkan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan. Tak kenal lelah, apalagi berkeluh kesah. Karena hidupnya sudah diabdikan untuk kemashlahatan masyarakat.
Latar Belakang keluarga
Khotimatul Husna, lahir di kelurahan Plesungan, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, 27 Maret 1976. Orang tuanya bernama H. Anwar Dawud dan ibu Hj. Siti Maskanah. Khotimatul Husna kemudian menempuh pendidikan sekolah dasar di MIM (Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah) yang ada di Plesungan, ini dipilih agar tidak jauh dari rumah. Meskipun Khotim menempuh pendidikan di MIM hal ini tidak membuat ia goyah dengan keyakinan yang ia pegang. Di SD Muhammadiyah Khotim selalu melakukan yang terbaik bahkan nilai kemuhammadiyah an nya selalu 100, hal ini tentu tak lepas dari pesan ibunya “Tidak apa-apa itu ilmu dan pelajaran jadi wajib dipelajari dan kamu harus bisa”. Sewaktu kecil, Khotimatul Husna ngaji dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an kepada ayah dan Ibunya sendiri. Kemudian pada tahun 1989-1992, Khotimatul Husna menempuh pendidikan di MTS al-Islamiyah, Talun Sumberejo, yang ada di Pondok Attanwir dan dilanjutkan menempuh pendidikan menengah di Madrasah di MA Al-Islamiyah, yang juga di Pondok Attanwir pada tahun 1992-1995. Khotimatul Husna sudah aktif berorganisasi sejak SMA beliau aktif di OSIS MA al-Islamiyah.
Setelah lulus dari pendidikan di Attanwir, Khotimatul Husna terus melanjutkan kuliah ke IIQ, Jakarta, tetapi tidak sempat diteruskan karena beliau merasa tidak kerasan, kerena kegiatan disana hafalan terus yang kemudian Khotim tidak dapat mengekspresikan bakat sosialnya sehingga merasa tidak kerasan. Setelah itu, Khotimatul Husna mondok sebentar di Pondok Langitan, Widang Tuban Pada saat yang sama, atas anjuran ibunya, Khotimatul Husna, ngaji pasan di Pondok Al- Hikmah Singgahan Tuban, kepada KH. Husnan Dimyati, dan menjadi santri generasi awal ketika sang kyai pondok ini menyelenggarakan pengajian.
Kemudian Khotimtul Husna melanjutkan pendidikan di IAIN Sunan Kalijaga di Fakultas syariah dengan Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam). Masa kuliahlah yang membawa Khotimatul Khusna bebas mengekpresikan bakt sosialnya, dia memilih aktif di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan juga aktif di Kordiska (Korps Dakwah Islam Kalijaga). Menjadi mahasiswa bagi Khotim tidak hanya sekedar duduk dibangku kuliah namun juga memilih untuk aktif berorganisasi sekaligus mampu berprestasi dikuliah adalah pilihannya. Bakat sosial dan kemampuan diskursusnya mampu membawa nya menduduki posisi wakil ketua di Kordiska begitupula di PMII beliau aktif dalam wacana isu pengarusutmaan gender sekaligus dikursus-diskursus lainnya. Beliau pernah aktif di KOPRI dan menjadi salah satu tokoh dari dibubarkannya KOPRI yang hal ini adalah bentuk dinamika pengetahuan dan kemapanan pengetahuan.
Tahun 2000 Khotimatul Husna lulus kuliah dan berkeinginan untuk melanjutkan studi S2 di UGM, setelah melalui tes Khotimatul Husna dinyatakan lolos, namun Khotim mengurungkan niatnya, karena memiliki kendala di finanasial dan memilih untuk bekerja sebagai seorang editor di salah satu penerbit. Tahun 2002 Khotim akhirnya menikah dengan Irpan Muttaqin. Irpan Muttaqin ini berasal dari Tasikmalaya, sosok pria ini dia kenal sejak di Kordiska, Irpan Muttaqin sebagai Ketua dan Khotimatul Husna sebagai Wakil Ketua.
Selama bekerja dipenerbit Khotimatul Husna pernah diangkat menjadi pimpinan redaksi karena memiliki wacana dan diskursus yang baik dibanding teman- teman lainnya. Hal-hal seperti itu tidak lepas dari organisasi terlebih di PMII. Khotimatul Husna memiliki bangunan perpektif yang kuat juga belajar dari organisasi dan lingkaran-lingkaran diskusi di warung kopi. Khotimatul Husna dipenerbitan 5 tahun mulai dri tahun 2000-2005. kerja di Indonesia terra. Dari kerja di penerbitanlah Khotimatul Husna mulai aktif menulis dan beberapakali memuat tulisan dalam kompas. Baginya ini pembelajaran yang luar biasa dan mungkin meskipun tidak dapat melanjutkan studi namun beliau belajar banyak di penerbitan sehingga, beberapakali menulis diberbagai media. Sebelum berhenti bekerja di penerbitan bu khotim sempat risau karena dipeneribitan waktu untuk bersosialisasi sangat terbatas dan terista karena kegiatan-kegiatan menulis dan produksi.
Khotimatul Khusna Ulama Perempuan Masa Kini dan Kiprah Pengabdian untuk Masyarakat
Khidmat Kepada Organisasi dan NU
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bemanfaat bagi sesama” hal ini yang tak lekang dari ingatan Khotimatul Husna akan pesan ibunya sebagai sumber inspirasinya. Meskipun dalam proses wawancara beliau berkata “Saya bukan siapa- siapa”, yang penting apa yang dijalani dapat bermanfaat bagi sekitarnya. Khotimatul Husna sangat terinspirasi dari ibunya, ia mengatakan bahwa peran ibu melampaui orang-orang yang bependidikan. Kiprah beliau di NU, ibunda Khotimatul Husna merintis fatayat NU di bojonegoro. Dan sejak kecil ibu khotim sering membersamai ibunya, mulai dari pelantikan, rapat, dan kegiatan lainnya.
Semangat berkhidmat pada organisasi dan NU ini beliau dapat sejak kecil, beliau melihat sendiri dan ikut terlibat dalam beberapa kegiatan Ibundanya. Ibunda Khotimatul Husna belaiu teteap aktif dengan posisi memiliki 8 anak namun masih istiqomah dalam ber NU sekaligus berjualan dipasar. Ibunda Khotimatul Husna beliau tidak pernah berkeluh kesah dengan keadaan. Khotimatul Husna melihat perjuangan ibundanya yang tak kenal lelah. Ibunda Khotimatul Husna sempat dilaporkan kepolisi karena mecoba menginisapsi ide baru dan budaya baru, namun mendapat penolakan dari masyarakat namun, ibunda Khotimatul Khusna tidak tunduk pada resistensi masyarakat. Khotimatul Husna melihat sendiri dan berdampingan bahwa bekhidmat pada organisasi dan NU banyak membawa barokah.
Khotimatul Husna, penggerak di kalangan perempuan Nahdliyin, mengampu pengajian di beberapa majlis pengajian, sempat membuat TPQ di Malang karena harus ikut serta tugas suaminya setelah kurang lebih tiga tahun dimalang beliau kembali ke Yogya kemudian membentuk Kelompok Belajar Flamboyan, kemudian berkembang membentuk lagi Taman Baca dan TPQ. Semua gerakan yang di inisiasi oleh Khotimatul Husna bukan tanpa sebab semuaa berangkat dari analisis sosial dan permasalahan yang masyarakat sekitar sehingga mampu membawanya sampai dengan hari ini.
“Pelayan” kata yang tepat untuk mengakumulasikan pengabdian Khotim kepada Organisasi dan NU. Khotimatul Husna sudah aktif mengikuti OSIS sekaligus IPPNU di desanya, beliau juga pernah aktif di PW IPPNU namun belum dapat melaksanakn tugas maksimal karena sambil bekerja, sempat aktif di PC Fatayat Kota Yogyakarta , namun karena beliau memiliki anak masih kecil jadi belum bisa maksimal di PC Fatayat Kota, dan sampai hari ini Khotimatul Husna menjadi ketua PW Fatayat NU DIY. Hal ini tidak pernah ia sangka karena sebelumnya beliau juga tidak menjadi bagian dari pengurus Fatayat NU DIY.
Menanamkan Keteladanan
Suatu hari PW Fatayat yang diwakilkan oleh Mbak Muyas meminta Khotimatul Husna untuk membantu kegiaatan-kegiatan di PW. Khotim langsung teringat pesan ibundanya “kalo khidmah di NU gausah tolah toleh, niati berkhidmat saja”. Pertama diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegiatan seminar. Kemudian ada workshop anti radikalisme yang bekerjasama degan PKB dan ini adalah workshop besar dan sukses. Sebetulnya Khotimatul Husna buka tipe orang-orang yang show didepan dan lebih suka terlibat dibelakang layar. Dan saat Korferwil Khotim mulai dikenal karena beliau yg mengurusi Konferwil . dan beliau masih heran kenapa beliau bisa terpilih menjadi ketua. Keterlibatan bu khotim dibeberapa kegiatan besarlah yang membuat beliau dikenal oleh setiap PC dan PAC yang ada di yogyakarta. Dan dalam perjalananya Khotimatul Husna banyak mengalami tantangan dalam membantu PW karena tidak masuk kedalam kepengurusan struktural PW Fatayat, sehingga disetiap acara ada obrolanyang kurang mengenakan. Namun hal ini tidak membuat beliau meundur.
Dari dulu sampai sekarang yang perlu ditanamkan adalah keteladanan. Lakukan sesuatu seperti yang kalian lakukan. Kita minta org lain lakukan, kita juga harus lakukan. Tidak pernah menjadi pengurus wilayah tiba-tiba menjadi ketua, beliau sempat bingung tapi penglaman beberapa tahun di PC menjadi pelajaran yang besar bagi beliau. Khotimatul Husna terpilih untuk menahkodai Fatayat NU DIY pada tahun 2017 pada Konferwil Fatayat NU DIY ke-IX dan Khotimatul Husna menangis saat terpilih menjadi ketua. Saat beliau terpilih ada dua kabupaten yang belum memiliki kepengurusan yaitu kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Kemudian pertama bikin konferwil saat pelantikan beliau tidak ada yang datang. Dan mendapat tantangan dari Mbk Anggi Pengurus Pusat Fatayat NU agar bagimana disetiap acara pserta nya banyak. Dulu saat pertama terpilih masyarakat sekitar mengucapkan selamat kepada beliau namun masyarakat mengiranya bu khotim menjadi ketua Aisiyah. Dan ternyata Fatayat belum begitu dikenal. Sehingga ini menjadi ambisi bagi bu khotim untuk memperbaiki nama Fatayat. Tidak banyaknya orang-orang tau tentang fatayat menjadikan semangat yang berkobar dan dalam hal ini semangat itu dituangkan dalam pembuatan Renstra dan “harusnya memang bersusah-susah dulu agar tercipta kondisi yang mapan” tutur Khotim.
Khotimatul Husna mengawali kepengurusan dengan melakukan memulai perbaiakan administrasi di setiap PC dan menanyakan ke setiap PC untuk segera melakukan Konfercab. Dan akhirnya sudah konfercab dua kabupaten gunungkidul dan kulonprogo. Khotimatul Husna harus bekerja keras untuk menginnisiasi dan memberikan target di setiap kabupaten untuk demi terbentuknya PAC disetiap kecamatan. Alih-alih hal ini meciptkan ilim yang kompetitif di setip PC untuk segera membentuk PAC. Hal ini berhasil dilakukan dan disetiap pelantikan PAC yang dihadiri Khotimatul Husna beliau sering menagis karena akhirnya sudah terbentuk pac dan tidak menyangka masih banyak orang yang mau membersamai dalam berjuang.
Kurangnya Eksistensi Fatayat NU DIY membuat Khotimatul Husna berinisiatif membuat Rangkaian Harlah yang Besar dan dapat dikenal. Harlah tahun 2018 yang besar dan harus dihadiri 1500 kader. Dan ditarget setiap pc harus mengrim 300 kader dan akan dibagi setiap pac terdiri dari beberapa kader disesuaikan dengan PAC dan semua PC harus hadir, caranya semua dapat hadir dan terlibat Khotimatul Husna berinisiatif membuat rangkaian Harlah yang meriah dengan mengadakan beberapa lomba dan kompetisi antar PAC maupun PC, sehingga seluruh elemen dapat terlibat. Salah satu dari rangkaian Harlah tersebut ada lomba mars Fatayat dan tidak disangka acara ini disukseskan dengan keterlibatan seluruh PAC. Lomba ini diadakan berangkat dari keresahan bahwa ada beberapa kader jogja yang belum hafal mars Fatayat sehingga dibuatlah lomba mars Fatayat antar PAC agar semuanya Hafal. Sebenarnya ada beberapa rangkaian kegiatan untuk memeriahkan Harlah Fatayat mulai dari lomba daiyah, duta santri sekaligus membuat deklarasi perdamaian lintas komunita. Apa yang dilakukan untuk eksistensi Fatayat agar lebih dikenal jadi apapun dilakukan agar dapat dikenal oleh masyarakat. Membuat deklarasi perdamaian lintas komunitas.
Di Fatayat Khotimatul Husna mencoba membuat perubahan yang muaranya selain untuk kebermanfaatan juga untuk meningkatkan eksistensi Fatayat di masyarakat. Khotimatul Husna dibersamai oleh pengurus lainnya yang terdiri dari Pengurus Harian, Bidang Litbang, Bidang sosbud, bidang keslingdup, bidang dakwah, bidang ekonomi, bidang organisasi, pendidikan dan pengkaderan dan bidng advokasi. Setiap lembaga dan bidang memiliki program unggulan diantaranya revitalisasi struktur, membangun jaringan baik nasional maupun internasional, meninisiasi wadah pengkaderan Garfa, kajian parenting, pengelolaan media sosial, program sosialisasi ke lintas pondok terkait kesehatan reproduksi, cegah stunting dan gaya hidup bersih,pendampingan UMKM , labsos Fatayat dan melakukan advokasi di berbagai bidang dengan fokus isu perempuan dan anak. Khotimatul Husna melihat kebutuhan dibawah disetiap PC sehingga menginisi adanya GARFA. Pembentukan Garfa (Garda Fatayat) untuk pertama kalinya dari kalangan Fatayat NU di seluruh Indonesia. Fenomena Garfa adalah hal baru, karena sebelumnya, Banser Perempuan (dengan nama Fatser, Fatsus, denwatser, dan sejenisnya) masih di bawah GP Ansor dan Banser. Garfa ini menjadi penggerak Fatayat yang memiliki ketugasan di bidang keprotokoleran, pertolongan pertama (rescue), isu kebencanaan, dan beberapa yang lain. Khotimatul Husna tidak pernah menggap anggotanya tidak aktif karena setiap anggota punya potensi masing-masing muali dari jaringan dll. Yang kemudian semua hal dapat tercover.
Berbagai program ini juga didukung oleh lembaga donor dan hingga saat ini ada sekitar 55 jaringan yang tergabung diantaranya yakni UVA, AFSC, Kemnaker RI, dl. Ilmu jaringan inilah yang digunakan untuk melncrakan berbagai kegiatan di fatayat.
Akhrinya seluruh pac-pac hadir dalam harlah tersebut. Dan dapat sambutan yang baik dari PP dan tidak menyangka bahwa fatayat jogja mampu membuat kegiatans sebesar ini. Sementara ini Fatayat DIY telah melaksanakan kurang lebih 300 program kerja dengan program unggulan di setiap departemen dan lembaganya.
Semangat Khotimatul Husna untuk mengabdikan diri di Fatayat NU DIY memang benar-benar ia lakoni dengan serius. Banyak perubahan yang sudah mulai terlihat meskipun harus berdarah-darah dahulu namun hasil yang dituai luar biasa. Hari ini siapa yang tidak mengenal Fatayat NU DIY, buah hasil dari perjuangan Khotimatul Husna dan pengurus Fatayat yang telah bekerja dengan cerdas dan keras.
Khotimatul Khusna Ulama Perempuan Masa Kini dan Kiprah Pengabdian untuk Masyarakat
Pengajaran tentang keyakinan
Banyak yang bertanya-tanya dari mana dana untuk melaksanakan Harlah sebesar ini terlebih saat itu Fatayat belum begitu dikenal, tapi Khotim yakin bahwa pasti ada rezeki untuk setiap kegiatan yang baik. Saat perayaan Harlah Fatayat Khotimatul Husna menggunakan ilmu “nuk” agar bagaimana caranya konsumsi tidak mengelurkan uang, tapi melalui proposal dan sowan keman-mana belum lagi untuk transportasi untuk kelokasi kegiatan yang akhrinya Khotim mendapat ide dari suaminya untuk meminjam bus Kapolda akhirnya bus, bensin bisa free didapat. Bensin, bus transportasi free semua tinggal nembusin ke setiap kapolres. Pertama kali kegiatan fatayat yang ada kids croner saat harlah kemudian dilanjut degan kegiatan- kegiatan selanjutnya., karena yang difatayat semua punya anak sehingga kids corner sangat dibutuhkan. “Tidak ada yang tidak mungkin jika kita berkhidmah di NU pasti ada jalan”tutur Khotimatul Husna. Nilai keyakinan inilah yang terus memberikan semangat dalam diri Khotimatul Husna dalam menahkodai Fatayat NU DIY.
Nilai-Nilai dalam Berkeluarga
Dalam berumah tangga ada beberapa nilai-nilai yang di terapkan oleh Khotimatul Husna dan keluarga agar keluarga tetap harmonis, supportif dan stabil. Adapun beberapa niali tersebut diantaranya, yang pertama nilai-nilai ke Tauhid-an dalam berkeluarga niali-nilai ke-Tuhan menjadi dasar dalam melakukan segala hal. Jadi apapun yang dilakukan dalam keluarga tujuannya hanya mencari Ridho Allah, penghambaan hanya kepada Allah. Niali tauhid menjadi pondasi untuk ditanamkan, dengan tauhid kita juga meyakini bahwa kita menjadi khalifah dimuka bumi ini untuk melakukan kebaikan dan kebermanfaatan. Tauhid menjadi niali yang fundamental dalam melakukan hal-hal lainnya.
Kedua, nilai cinta dan kasih sayang, orang yg tauhidnya kuat akan memiliki ciri ke rohmatan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan itu akan berupaya untuk dijewantahkan kedalam diri kita semampu kita salah satunya niali Rahman dan Rahim. Dan kita juga berusaha punya sifat Tuhan seperti Rahman dan Rahim. Tanpa cinta dan kasih sayang tentu kita tidak akan mengindahkan dunia. Bagaimana hal ini yang akan membangun nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, nilai kesalingan dan peran siapa yg bisa melakukan apa maka dia yang akan membantu. Artinya dalam berkeluarga perlu menanamkan niali-nilai kesalingan melalui komunikasi dan sharing yang baik, mulai dari sharing beban dan sharing apa saja dalam berkeluarga. Semuanya baiknya dilakukan dengan sennag hati, saling support dan ikhlas. Dan kita bisa memberikan apa yang terbaik dari apa yang kita miliki. Manfaatnya akan dirasakan besar sekali jika saling support. “Seperti sekarang menjadi ketua Fatayat jika tidak berbagi peran satu sama lain pasti akan keteteran” tutur Khotim, hal ini akan memberikan kemudahan dalam mengekspresikan diri. Aura positif harus terus ditanamkan dalam keluarga agar punya cita-cita yang tinggi untuk kebaikan dan kemaslahatan.
Keempat, nilai khidmat dan perjuangan bahwa hidup tidak cukup untuk kepentingan pribadi , tapi bagaimana kita juga hidup untuk kepentingan Jama’ah dan jamiyah. Hidup di lingkungan masyarakat tidak sendiri kita hidup bersosial dan tentu sudah seharusnya dalam hidup kita harus bermanfaat bagi sesama dan terus berjuang demi kemaslahatan bersama.
Demikian Khotimatul Khusna Ulama Perempuan Masa Kini dan Kiprah Pengabdian untuk Masyarakat. Semoga bermanfaat.
“Khotimatul Husna tidak pernah menanggap anggotanya tidak aktif karena setiap anggota punya potensi masing-masing mulai dari jaringan”.
Khotimatul Khusna pribadi yang unik dan sangat memanusiakan siapapun yang ada di sekelilingnya. Nyaman dan bahagia jika disisinya itu yg saya rasakan.