Bumi adalah Kita: Menjaga Bumi Adalah Menjaga Diri Kita Sendiri
Bumi merupakan satu-satunya planet yang mendukung kehidupan, rumah bagi tujuh miliar manusia, 300.000 spesies tanaman, 600.000 spesies jamur, dan 10 juta spesies binatang serta organisme sel tunggal yang tak kasat mata (mikroorganisme). Selama ini, nasib makhluk hidup di bumi sangat bergantung pada manusia, salah satu penghuni bumi yang paling banyak memberikan kehancuran terhadap alam semesta. Perilaku manusia yang dapat menghancurkan alam seperti deforestasi, ekspolitasi, polusi, hingga perburuan liar terus menerus dilakukan meskipun sudah ada larangan. Tak sedikit kegiatan manusia yang dilakukan atas dasar kerakusan, akibatnya keragaman spesies di bumi menjadi terganggu, sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang memicu munculnya corona virus desease 2019 (Covid-19), masalah perubahan iklim (climate change), serta kepunahan suatu spesies.
Munculnya covid-19 tidak lantas membuat kerakusan manusia berkurang, memang terdapat jeda barangkali sebentar dengan adanya larangan keluar rumah. Namun kegiatan eksploitasi alam nyatanya masih dilakukan tanpa menimbang risiko yang akan dihadapi. Begitu pula dengan pencemaran lingkungan yang kian hari kian bertambah. Masalah perubahan iklim pun menjadi highlight di setiap acara bertajuk lingkungan. Namun parahnya, masih kalah booming dengan isu politik dan selebriti. Padahal bumi kita sedang butuh perhatian, bumi kita sedang tidak baik-baik saja, sekarang perubahan cuaca semakin sulit diprediksi, suhu bumi juga semakin panas. Jika kita tidak segera mengambil langkah maka akan menyebabkan dampak lanjutan berupa kekeringan, kelaparan bahkan bencana alam.
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan merupakan faktor penting yang berkorelasi langsung dengan perubahan iklim. Jika dikelola dengan tepat maka dapat mengurangi dampak dari perubahan iklim tersebut. Al-qur’an telah memberikan empat dasar yang dapat dijadikan pegangan dalam mengelola sumber daya alam, yaitu tauhid, khalifah, mizan, dan fitrah. Sebagai contoh, dengan prinsip tauhid, manusia mengakui bahwa bumi dan seisinya adalah ciptaan Allah SWT yang saling melengkapi satu sama lain, konsekuensi logisnya maka manusia tidak akan melihat bumi hanya sebagai objek yang dapat dieksploitasi, karena manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
“Air yang diminum manusia berasal dari alam, udara yang dihirup manusia berasal dari alam, bahkan makanan yang dimakan manusia juga berasal dari alam. Ini menunjukkan manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang saling terhubungkan, jika alam rusak maka manusia akan rusak, jika alam sehat maka manusia akan sehat, karena manusia juga merupakan alam namun dalam skala mikro. Begitulah hubungan antara alam dan manusia, saling terhubung baik secara biologis maupun filosofis. Sehingga manusia akan merugi jika tidak menjaga alam. ”
Fachruddin dalam bukunya Generasi Terakhir: Aktivisme Dunia Muslim Mencegah Perubahan Iklim dan Kepunahan Lingkungan Hidup menguraikan bahwa kesadaran untuk menjaga lingkungan sebenarnya sudah tumbuh di dalam diri umat Islam. Ini dibuktikan dengan terselenggaranya kegiatan Islamic Symposium on Climate Change pada tahun 2015 di Istanbul yang melahirkan deklarasi Islam untuk Perubahan Iklim Global. Selain itu, di Maroko, pada tahun 2016, telah dilakukan perbaikan terhadap 100 masjid dengan proyek “Masjid Hijau”. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah merancang program ekomasjid dengan system pengehematan air wudlu, penggunaan panel surya dan biogas, pembuatan sumur resapan dan incinerator sampah.
Sebagai santri yang mengimplementasikan nilai keislaman, kita dapat bertindak mulai dari hal kecil yang dilakukan secara kolektif, sehingga dapat menghasilkan atsar. Santri maupun individu lainnya dapat berkontribusi untuk menjaga bumi sesuai dengan bidang dan pekerjaan masing-masing dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan peran, sambil menyisipkan nilai-nilai ramah lingkungan. Aktivitas sederhana yang dapat kita selipkan dalam menjalankan peran kita adalah sebagai berikut:
- Reduce dan Reuse semaksimal mungkin. Suatu pabrik ketika melakukan produksi akan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2). Dibandingkan membeli yang baru lebih baik kita menggunakan kembali pakaian atau plastik yang sudah pernah kita gunakan.
- Mencabut kabel charger handphone, laptop, televisi dan alat elektronik lainnya ketika tidak digunakan, karena akan menyedot energi (ini juga bisa digunakan untuk menghemat tagihan listrik sekaligus).
- Menutup jendela dan pintu ketika menghidupkan Air-Concitioned (AC). Suatu studi menyatakan bahwa sebuah bangunan dengan AC yang menyala dan pintu terbuka akan mengeluarkan gas karbon dioksida lebih banyak. Jika dilakukan terus menerus, maka akan menghasilkan 2,2 ton karbon dioksida yang setara dengan emisi gas CO2 oleh sebuah mobil dengan perjalanan sejauh 5000 mil.
- Berjalan atau bersepeda sebisa mungkin. Berjalan kaki atau bersepeda walaupun hanya satu mil sehari dapat menghemat 330 pon karbon dioksida, setara dengan menanam 4 pohon selama 10 tahun.
- Lebih memilih menggunakan baju tebal/jaket daripada menyalakan penghangat ruangan, lebih memilih membuka jendela daripada menyalakan AC, lebih memilih membuka jendela daripada menghidupkan lampu saat siang hari.
- Lebih memilih mengeringkan baju yang sudah di cuci dengan bantuan terik matahari, daripada menggunakan mesin pengering karena akan lebih menghemat energi.
- Menerapkan pola makan planetarian (vegetarian secara kolektif), 90% vegetarian, dan 10% protein hewani. Hal ini didasarkan pada besarnya sumbangan emisi gas yang dihasilkan oleh sector peternakan akibat kotoran hewan.
- Belajar menjadi scientist dengan mencoba memahami fakta, berdiskusi dengan keluarga dan teman untuk menemukan solusi bersama sama.
“Bumi ini bukan sekedar batu besar berpenghuni yang berputar mengelilingi matahari, kehidupan bukan berada di permukaan bumi, bumi adalah kehidupan itu sendiri, mari kita jaga kehidupan kita, kehidupan masa depan kita, kehidupan anak cucu kita dengan menjaga bumi!”
Referensi :
The Nature Conservacy (2020, 17 September). Can the Earth Be Saved? The answer is ‘yes,’ with some big ‘if’s. Here are 3 things we must do. Diakses pada 11 Oktober 2021 , dari 3 Ways to Save the Earth | The Nature Conservancy.
Allyson Shaw. 13 Ways to Save The Earth From Climate Change. Diakses pada 11 Oktober 2021, dari 13 ways to save the Earth from climate change (nationalgeographic.com)
Mohammad Rifki (2021, 7 September). Menjaga Bumi dengan Spiritualitas. Diakses pada 12 Oktober 2021, dari Merawat Bumi dengan Spiritualitas – Alif.ID.
Mangunjaya, M.F.(2021). Generasi Terakhir: Aktivisme Dunia Muslim Mencegah Perubahan Iklim dan Kepunahan Lingkungan Hidup. LP3ES. Jakarta.
Tentang Penulis
Penulis Bernama Farikhatul Fitria, lahir di sebuah kota dengan logo ikan bandeng yaitu kota Pati, Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 2001. Pernah nyantri di di Yayasan Pendidikan Raudlatul Ulum Guyangan (YPRU) selama 6 tahun, dan sekarang masih melanjutkan nyantrinya di Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (PP UII) melalui skema beasiswa mahasiswa unggulan pondok pesantren UII (beasiswa full study S1). Penulis merupakan mahasiswa aktif semester 7 di program studi kimia UII dengan konsentrasi kimia lingkungan. Dalam kesehariannya, penulis disibukkan dengan kegiatan akademik kampus dan pondok pesantren, penelitian di laboratorium lingkungan dan energi, mengajar mengaji di Ka Uqoy Private, menjadi kepala divisi di organisasi pengembangan Bahasa dan keislaman, serta aktif dalam berbagai kompetisi ilmiah seperti program kreativitas mahasiswa, business idea challenge, lomba karya tulis ilmiah dan musabaqah qiraatul kutub. Penulis juga sering membagian pengetahuan dan pengalaman di kanal youtube pribadi miliknya.