Muhasabah Santri Menuju Upaya Menjaga Bumi dan Menebar Kemaslahatan

Oleh: Rania Nurul Rizqia

Menyongsong hari santri, mengkontekstualisasikan spirit resolusi jihad Kyai Hasyim tentu menjadi tugas santri masa kini. Untuk itu, kredo pamungkas sang Kyai, yakni Hubbul Wathon Minal Īmān harus tetap kita pegang teguh. Bukan hanya dalam wujud keyakinan, tetapi juga pada wujud aksi nyata.[1] Salah satunya dengan cara menjadi santri yang terjun langsung pada upaya-upaya perbaikan kualitas hidup setiap makhluk di muka bumi.

Dalam hal ini, kalangan santri tentu memiliki potensi besar menjadi agent of change. Dari segi kualitas, santri memiliki kemampuan yang baik dalam pemahaman agama, sosial dan budaya yang lahir dari proses mereka berdinamika dan menimba ilmu di pondok pesantren.

Selanjutnya, dari segi kuantitas, menurut data pangkal pesantren kemenag terdapat 26.973 pesantren dan lebih dari 1,4 juta santri di berbagai penjuru negeri.[2] Dengan angka yang fantastis tersebut, menurut Gus Romzi Ahmad, bukan hal yang mustahil bagi kalangan santri untuk menciptakan berbagai gerakan dan perubahan di tengah masyarakat.[3]

Santri untuk itu perlu menganalisis ulang penjajah dalam entitas seperti apa yang sebenarnya kini yang menjadi musuh utama. Upaya perluasan ranah jihad bisa kita lakukan dengan menyadari bahwa apa-apa yang harus kita lawan tersebut sebetulnya bisa jadi hadir di lingkup masyarakat kita, kelompok keagamaan kita, ataupun bahkan berada dalam diri kita sendiri.

Allah Swt berfirman.

﴿ وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ…… ٣٠ ﴾

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi…….” (QS. Al-Baqarah: 30)

Setelah mendengar kembali ayat tersebut, pertanyaan-pertanyaan di bawah ini mungkin menjadi sangat relevan sebagai sarana kritik diri. Sudah maksimal kah upaya kita dalam menjadi khalîfah fil ardh yang tugasnya menjaga bumi dan menebar kemaslahatan? Atau kita malah termasuk pada kelompok yang melanggengkan gaya hidup yang merusak alam dan sistem yang mendiskriminasi pihak lemah, layaknya sistem patriarki?

Sebagai kalangan santri, rasanya tidak salah jika mengatakan bahwa upaya kita di masa ini belum optimal sebagai khalîfah fil ardh dan agent of change. Isu-isu seperti isu lingkungan, kemanusiaan, kesetaraan gender, kekerasan seksual, diskriminasi pada umat yang berkeyakinan berbeda kerap kali terlewatkan oleh kalangan santri.

Santri perlu melihat kembali bahwa hadir mereka-mereka yang menderita dan membutuhkan uluran tangan kita, yakni kelompok rentan dan masyarakat marjinal seperti kaum duafa, perempuan, anak, kelompok agama minoritas seperti penghayat kepercayaan, penyandang disabilitas, dan juga hewan yang selama ini dilukai haknya, dieksploitasi dan dirusak habitatnya.[4]

Menyoroti kasus kekerasan terhadap perempuan, Indonesia sampai saat ini masih memiliki angka yang fantastis terkait hal tersebut. Sepanjang tahun 2020, Komnas perempuan mendapati sebanyak 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan.[5]

Mirisnya, ternyata tidak sedikit kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan institusi keagamaan bahkan pondok pesantren. Hal ini disampaikan oleh Maria Ulfah Anshor, Komisioner Perempuan dalam sebuah diskusi yang bertemakan “Agama dalam Pusaran Kekerasan Seksual” di UGM.

Di lain sisi, ada pula problem krisis iklim yang masih sering dianggap tidak penting. Indonesia diperkirakan menyumbang 175 ribu ton sampah perharinya.[6] Bayangkan seberapa banyak kini plastik dan juga mikro plastik yang merusak lingkungan. Terkait dengan problem tersebut, sudahkah mayoritas santri bergerak bersama berupaya merubah gaya hidup menjadi lebih eco-friendly?

Selanjutnya, peminggiran kaum minoritas juga kerap luput dari perhatian santri. Kelompok masyarakat penghayat kepercayaan yang masih belum bisa menuliskan agamanya di Kartu Tanda Penduduk misalnya. Sangat sedikit gerakan santri yang mengarah pada upaya advokasi kaum minoritas tersebut, walaupun upaya merangkul agama yang diberi istilah “diakui” sudah terbilang cukup baik.[7]

Jadi, harus seberapa banyak kasus kekerasan seksual, seberapa luas lingkungan dan habitat hewan yang rusak dan seberapa banyak kasus diskriminasi atas dasar agama terjadi untuk kita memberi empati?

Pada hakikatnya, tidak ada waktu untuk menunda bagi santri. Momen Hari Santri ini sangat tepat menjadi waktu dimulainya pergerakan besar agar santri meluaskan perjuangan jihad. Kita dapat merubah musuh utama kita. Bukan hanya para teroris, tetapi juga siapapun yang melanggengkan sistem cacat, yakni sistem yang merusak lingkungan dan menindas kaum yang lemah.

Setelah mengetahui target musuh dan ruang-ruang jihad baru tersebut, bercermin menjadi tahap yang krusial. Santri harus berefleksi kembali dengan mencari apa saja tantangan santri dalam mengemban amanah sebagai khalifah fil ard. Sudahkah skill-skill penting yang dibutuhkan di era kontemporer ini dikuasai oleh santri atau belum? Santri harus memahami bahwa di abad-21 ini retorika dakwah dan kemampuan memahami kitab kuning saja tidak cukup untuk melawan apapun “penjajah” yang sedang dilawan.

Terdapat tiga tugas utama santri masa kini dalam upayanya memaksimalkan kontribusi: 1) Meningkatkan kecakapan digital yang mana sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan dakwah di berbagai media online. Mengingat adanya pergeseran otoritas keagamaan ke media online, santri harus sadar betul bahwa media tersebut adalah arena baru dakwah mereka.[8]

2) Meningkatkan skill membaca kritis terhadap teks keagamaan. Menurut Prof. Nadirsyah Hosein keahlian metode membaca kritis juga menjadi bekal wajib bagi santri untuk memahami berbagai teks keagamaan. Metode penafsiran para ulama kontemporer seperti kacamata Keadilan Hakiki milik Nyai Nur Rofiah[9], Qira’ah Mubadalah milik Kyai Faqihuddin Abdul Kodir[10], Ma’na Cum Maghza milik Kyai Sahiron[11], dan Tafsir Maqashidi milik Kyai Abdul Mustaqim[12] dapat dijadikan rujukan metode untuk upaya pembacaan kritis.

3) Melatih kepekaan terhadap problematika masyarakat dan memperluas wawasan berbagai macam rumpun keilmuan. Jangan sampai masih ada santri yang anti dengan pandangan ataupun teori-teori yang terlahir di dunia barat yang sampai saat ini masih menjadi kiblat ilmu pengetahuan.[13] Padahal keilmuan tersebut sangat penting untuk mengisi puzzle pengetahuan umat, khususnya pada pematangan metode analisis teks keagamaan.

Upaya-upaya santri memaksimalkan potensi sebagai jihad santri masa kini juga harus dibaregi dengan upaya kolaborasi. Meskipun jumlah santri sangat banyak di Indonesia, jika mereka hanya berjalan masing-masing, tentunya kekuatan tersebut hanya akan menjadi api kecil. Untuk menjadikannya sebuah kobaran, santri dari beragai latar belakang harus berkolaborasi dan memberi kontribusi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

Pemilihan Duta Santri, untuk itu menjadi momen yang sangat tepat karena santri dari berbagai background yang disaring oleh Ajang Duta Santri pasti memiliki potensi yang sangat besar untuk untuk mewujudkan gerakan masif yang melawan “penjajah” masa kini.

Mari kita maknai secara tegas bahwa ajang ini bukan lah hanya sebagai ajang seremonial belaka. Namun, jauh melampaui itu semua, para santri pilihan dari penjuru negeri ini harus bergerak bersama. Demi mewujudkan santri yang menjaga bumi dan menebar rahmat untuk alam semesta.

Oleh: Rania Nurul Rizqia, Finalis Duta santri Nasional 2021


 

[1] Fatwa terkenal KH. Hasyim Asy’ari yang bernama “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945 berisikan seruan pada umat untuk angkat senjata, melawan kolonialisme dan imperialism. Lihat: Lukman Hakim, Perlawanan Islam Kultural: Relasi Asosiatif  Pertumbuhan Civil Society Dan Doktrin Aswaja NU (Surabaya: Pustaka Eureka Berger, 1991).

[2] “Persebaran Pondok Pesantren di 34 Provinsi | Databoks,” accessed October 13, 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/10/01/persebaran-pondok-pesantren-di-34-provinsi.

[3] Romzi Ahmad, “Penguatan Literasi Digital Dalam Pesantren” (Ngaji Sosmed, via zoom meeting, April 2021).

[4] Ahmad Asmuni, “Peran Ulama Dalam Pemberdayaan Masyarakat Marjinal:,” Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 2, no. 1 (July 21, 2017), https://doi.org/10.24235/empower.v2i1.1656. h. 7-8.

[5] Komnas Perempuan, “Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah COVID-19”, CATAHU 2021: Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2020, Maret 2021, h. 13.

[6] Tim Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU and Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU, Fiqih Penanggulangan Sampah Plastik (Jakarta: PBNU, 2019). h. VI.

[7] Benny Sanjaya dkk, Inklusi, vol. I (Yogyakarta: ASWAJA PRESSINDO, 2017). h. 72.

[8] Norshahril Saat and Najib Burhani, The New Santri Challenges to Traditional Religious Authority in Indonesia (Singapore: ISEAS Publishing, 2020). h. 8-9.

[9] Nur Rofiah, Nalar Kritis Muslimah: Refleksi Atas Keperempuanan, Kemanusiaan, Dan Keislaman (Bandung: Afkaruna, 2020).

[10] Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif Untuk Keadilan Gender Dalam Islam (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019).

[11] Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Dan Pengembangan ’Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2017).

[12] Abdul Mustaqim, Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019).

[13] Samrin Samrin, “DIKOTOMI ILMU DAN DUALISME PENDIDIKAN,” Al-TA’DIB: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan 6, no. 1 (January 1, 2013): 189–98, https://doi.org/10.31332/atdb.v6i1.300. h. 196.

5 COMMENTS

  1. Saya percaya tulisan ini bukan hanya sebatas tulisan. Karena saya tahu, Dek Rania memang benar-benar mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kami sering diskusi.
    Semoga hasil maqsud dan barokah dek 🤲🏻

  2. Bener banget, Mbak. Bagaimana pun amanah kita sejak awal berada di bumi ini adalah sebagai khalifah fil ard dan kebetulan kita menjadi bagian umat islam. Tentunya tugas menebar Islam sebagai rahmat bagi alam semesta pun menempel juga pada kita. Semangat untuk mewujudkan santri yang menjaga bumi dan menebar rahmat untuk alam semesta. Semoga dimudahkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here