Luka adalah Tempat Cahaya

Hilda Episode 30

Syam tidak mengejarku atau nenek melarangnya untuk mengejarku, aku sudah tidak peduli. Aku pun tidak berharap Syam mengejar dan menghentikan langkahku. Aku mulai kembali membenci diriku, membenci keadaan, membenci sebuah  mimpi, bahkan aku kembali membenci takdir.

“Awas mbak!!!!” Seorang perempuan menggeret tanganku dengan keras, aku pun terlempar kearahnya.

“Kalau mau menyeberang jalan lihat kanan kiri dulu mbak, hampir saja motor tadi menabrakmu,” kata perempuan yang pegangan erat tangannya masih terasa di lenganku.

Segera aku beristigfar dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Apa yang terjadi padaku? Aku tidak boleh membenci takdir, jika aku membenci takdir sama halnya aku membenci Allah, padahal Allah selama ini sudah sangat baik padaku. Bukankah aku memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi dan ditakdirkan adalah yang terbaik. Kembali aku beristigfar dan kembali melangkah mencoba menahan kesedihan ini.

Kini kata-kata Rumi terngiang di telingaku bahwa, “luka adalah tempat di mana cahaya akan memasukimu.” Segera ku langitkan do’a kepada Allah untuk kembali meminta cahayaNya. Rumi juga mengatakan, “luka yang kamu rasakan adalah sebuah pesan. Maka dengarkanlah mereka!” Kuhentikan langkah, kupejamkan mata dan ku hirup udara untuk kembali mengumpulkan kekuatan.

(bersambung)

_____

Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.

Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.

Salam Cinta untuk Semuanya.

*Cerbung Muyassaroh H, asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.
FB: Muyassaroh Hafidzoh
IG: muyassaroh_h 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here