Memahaminya, Tidak Semudah Memecahkan Kode
“Hilda, kenapa kamu tadi lari?”
Wafa terengah-engah karena akhirnya ikut berlari, dia juga melihat Hilda yang masih menata nafasnya. Wafa merasa kasihan melihat Hilda masih memegang kakinya, dia sempat melihat Hilda tersandung sesuatu ketika berlari menaiki tangga halte.
“Kakimu, apa baik-baik saja?”
Wafa masih melihat Hilda mengelus-ngelus kakinya. “Tentu saja aku bisa mengejarmu, kakiku kan lebih panjang dari kakimu,” kata Wafa membuat Hilda tersenyum tipis.
Hilda melihat Wafa yang juga masih mengatur nafasnya, dia mengingat kejadian ketika di parkiran Candi Prambanan. Hilda merasa kejadian itu terulang, karena di depannya adalah orang yang sama, dengan suara yang sama dan sepertinya menggunakan pakaian yang sama dengan saat itu, kemeja putih tulang berlengan panjang yang sedikit digulung ke atas, juga mengenakan celana jins biru muda dan menggunakan sandal jepit.
“Kenapa kamu memandangiku? Bawa botol minum gak? Siapa tau mau menawarkan minum lagi untukku? Cukup lelah juga berlari mengejarmu,” kata Wafa yang membuyarkan lamunan Hilda. Diapun tersenyum mendengar kalimat Wafa, yang kembali mengingatkannya tentang botol minum itu. Beberapa orang di bus heran memperhatikan sikap mereka, namun mereka seperti melupakan ada orang di sekitarnya.
______
Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.
Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.
*Cerbung Muyassaroh H, asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.
FB: Muyassaroh Hafidzoh
IG: muyassaroh_h