“Kisah Ibu Nyai Khotimatul Husna, Ulama’ Perempuan di Desa Jambidan” (Bagian 3)
Karena Suami Memahami, Maka Aku Mampu Berdikari

Tentu saja, kegiatan kemasyarakatan yang begitu banyak tak lepas dari peran suami yang selalu mendukungnya. Beruntung baginya memiliki suami yang sangat memahami isu-isu gender, sehingga tidak melarang istrinya dalam melakukan kegiatan selagi itu baik dan bermanfaat.

“Bagi saya bukan hanya perempuan yang harus memahami isu gender, namun juga laki-laki. Karena ketika banyak laki-laki yang memahami isu gender, maka banyak pula perempuan yang bisa berdaya. Saya bersyukur memiliki suami yang mendukung penuh kegiatan saya, bahkan tidak malu membantu pekerjaan rumah maupun mengasuh anak,” katanya dengan senyum penuh kehangatan.

Ulama’ Perempuan yang Penuh Kasih Sayang

Setiap saya bertanya alasan Khotim melakukan gerakan pemberdayaan kepada masyarakat, tak lepas sorotan matanya menandakan kekhawatiran, kecemasan atau ketakutan hal buruk akan menimpa warganya. Ini menandakan bahwa Khotim melakukan semua ini karena dia sangat mencintai anak kecil, anak muda, bahkan orang tua yang berada di sekitarnya.

Sepertinya yang dilakukan Khotim sama dengan makna dari Sholih-Akram yang disampaikan KH. Sahal Mahfudh. Al Akram yang diambil dari ayat “Inna akramakum ‘inda Allahi atqakum” (al-Hujuraat, 13) diyakini sebagai bentuk ideal seorang muslim. Yakni seorang yang mempunyai kesalehan transendental dalam hubungannya sebagai individu dengan Allah SWT. Muslim akram dipersonifikasikan melalui niat yang baik, keikhlasan dan menjadikan motivasi seluruh aktifitas hidupnya hanya kepada Allah SWT (lillahi ta’ala).

Kemudian hal yang dilakukan Khotim ini dapat diterjemahkan sebagai individu yang mempunyai kesalehan hiorizontal, mampu membaca tanda-tanda zaman dan sekaligus mampu mengelola kehidupan di muka bumi ini sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Makna dalam ayat “……..anna al ardl yaritsuha ibadiya as shalihuun” (Al-Anbiya’, 105)

Khotim memberikan ilmunya dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan. Saya teringat apa yang pernah disampaikan KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) tentang sosok Ulama’. Gus Mus menyampaikan bahwa Ulama itu memandang ummat dengan pandangan penuh kasih sayang, “al-‘Ulama’ yandzuruna al-ummata bi ‘aini ar-rohmah”. Ulama’ yang demikian adalah wujud manifestasi dari ayat “innama yakhsya allaha min ‘ibadihi al-‘ulama’” hanya para ulama’, dari hamba-hamba Allah yang merasa takut kepada Allah.

Wujud rasa takutnya Khotim kepada Allah SWT, adalah kasih sayangnya kepada sesamanya.

“Saya tuh bukan siapa-siapa tanpa bantuan Allah mbak,” katanya. “Bahkan ada hal-hal yang sepertinya tidak mungkin, namun bagi kami itu adalah kenyataan. Misalnya ketika kami tidak bisa mencukupi kebutuhan kami, ada saja orang yang baik yang tiba-tiba mencukupi kebutuhan kami. Pasti Allah yang telah menggerakkan hati mereka. Semoga saya selalu diberi kesadaran untuk tetap bersyukur, karena jangan sampai saya lalai. Karena di al-Qur’an sudah dijelaskan. Apabila kita bersyukur maka Allah SWT akan menambahkan nikmat, dan apabila kita kufur, maka akan diberikan siksa yang sangat pedih.”

Kembali sorotan matanya memiliki makna yang begitu dalam. Banyak ilmu dan pelajaran hidup yang saya dapatkan darinya. Saya kira kisahnya menjadi inspirasi bukan hanya bagi saya yang menulisnya, tetapi bagi setiap pembaca kisah ini.

Khotim sosok perempuan yang tidak memiliki pesantren, tidak pula keturunan dari kiai, namun apa yang dilakukannya adalah yang dilakukan para Kiai atau Ibu Nyai bahkan para Nabi. Khotim berani memberikan waktu, tenaga, pikiran bahkan rumahnya demi kemaslahatan masyarakat di sekitarnya.

“Selagi saya masih hidup, saya insyaallah akan selalu memberikan warna dalam kehidupan warga Jambidan dan lainnya. Semampu saya, sekuat tenaga saya dan sebanyak apa yang saya miliki,” katanya menutup perbincangan kami. Kini giliran saya yang meneteskan air mata karena malu, belum bisa menjadi sosok yang sholih-akrom seperti Khotim.

Wonocatur, Bantul. Agustus, 2016

Penyusun: Siti Muyassarotul Hafidzoh, Koordinator Litbang PW Fatayat NU DIY dan Jaringan KUPI.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here