“Kisah Ibu Nyai Khotimatul Husna, Ulama’ Perempuan di Desa Jambidan” (Bagian 2)
Anak Muda Tak Lupa Disentuhnya
“Saya sedih dengan kondisi anak muda saat ini. Ketika saya datang di kampung ini, anak muda sangat sedikit yang gemar mengaji dan membaca. Anak muda habis dengan kegiatan penuh kesenangan, tanpa adanya kontrol dan arahan dari orang tua. Masjid, musolla, RT, juga sangat sedikit merangkul temen-temen muda. Saya ingin bersama mereka, mengisi waktu yang penuh bahagia dengan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat bagi mereka,” demikian ditegaskan Khotim di tengah-tengah buku yang menumpuk di ruang tamunya.
Dengan anak-anak muda ini, Khotim juga begitu akrab. Sama persis dengan anak-anak kecil. Khotim bahkan seperti orang tua bagi anak-anak muda kampungnya, karena keluh-kesah dan curhatan anak muda bisa didengarkan dengan penuh kasih sayang. Khotim memposisikan diri selayaknya “wali” bagi murid-murid mudanya. Ini persis yang ditegaskan Umar bin Khattab, bahwa posisi pemimpin terhadap rakyatnya seperti posisi wali terhadap anak yatim (manzulatul imam ala al-roiyyah kamanzilatil wali alal yatim).
Di kampung yang masih “yatim” ilmu agama, anak muda lepas dari kontrol ajaran agama. Ajaran agama sebatas formalitas di sekolah, hanya menghadirkan angka dalam raport. Keseharian anak muda di kampung Khotim juga masih “yatim” dalam nilai-nilai agama. Dari sinilah, Khotim hadir sebagai wali, tidak menggurui, tetapi menemani dengan penuh kasih sayang. Khotim seperti teman mereka sendiri, tetapi juga menjadi guru yang selalu setia memberikan inspirasi tiada henti.
Salah satu kegiatan rutinan yang didirikannya adalah pengajian anak muda “Syifaul Qulub” pada tahun 2012, beriringan dengan berdirinya Griya Baca Masyarakat “Kandank Ilmu”. Juga saat ini dia mengasuh Taman Pendidikan al-Qur’an Musholla Nurul Huda.
Tumpukan buku di ruang tamunya terbuka untuk mereka. Siapapun yang ingin membaca Khotim selalu mempersilahkannya dengan senang hati. Walaupun semangat anak muda kampungnya sekarang ini tambah menurun dalam membaca buku, tetapi Khotim tetap optimis bahwa mereka bisa diajak untuk terus mencintai buku. Banyak program yang dikerjakan bersama anak muda adalah salah satu media Khotim untuk mendekatkan buku dan ilmu pengetahuan terhadap anak muda.
“Kita jangan sampai menyerah dengan kondisi hari ini. Anak muda sekarang ini dalam posisi yang sulit. Mereka dikelilingi dengan teknologi yang memanjakan, sementara di sisi lain mereka harus mempunyai etos yang tinggi dalam menggali ilmu pengetahuan. Kalau waktunya dihabiskan dalam kemanjaan berteknologi, jelas sekali mereka akan menjadi konsumen yang miskin kreativitas. Makanya, tugas kita semua untuk terus menggugah dan memotivasi anak muda dengan beragam program yang bisa membuat keseharian mereka dekat dengan buku dan ilmu pengetahuan,” tegas Khotim penuh semangat.
Untuk menguatkan motivasi yang selalu ia tabuhkan bagi kaum muda kampungnya, Khotim memberikan contoh bagaimana ia terus bergulat dalam lautan perbukuan. Sejak menjadi mahasiswa, Khotim aktif dalam dunia kepenulisan. Gaya kepenulisannya tidak lepas dari isu-isu perempuan yang menginspirasi. Seperti, “Perempuan Dibingkai Akademika Patriarkhis,” Newsletter LEPAS edisi Mei 2001. “Nyanyi Perempuan,” Jurnal Perempuan edisi 23 Mei 2002. “Kupas: Perempuan dan Tragedi Kemanusiaan dalam Sejarah Pemisahan India Pakistan,” Mata Baca Vol.1/No.3/ Oktober 2002. “Spiritualitas Perempuan dalam Perspektif Agama-Agama,” Kompas, Senin 17 Februari 2003. “Sajak yang Tak Lagi Bisu” dan “Perempuan Pekerja”, Swara Rahima No. 8 Th. III Agustus 2003.
Selain itu ada juga “Perempuan dan Buku,” Mata Baca Vol. 2 No. 3 November 2003. “Gerakan Perempuan di Dunia Ketiga,” Ulasan Redaksi Jurnal Kolong Budaya 03/2004. “Intelektual Mesir dan Emansipasi Perempuan,” (terjemahan), Jurnal Kolong Budaya 03/2004. “Peran Kiai dalam Gerakan Feminisme Islam”, Jurnal Perempuan Edisi 46, 2006. “Ketika Suami Perkosa Istri”, Jawa Pos, Minggu 11 Maret 2007. “Pengorganisasian dan Advokasi Sosial untuk Gerakan Perubahan yang Humanis dan Adil Gender”, Swara Rahima, No. 46 Th. XIV, Oktober 2014, dan masih banyak lainnya.
Selain menulis lepas di media, Khotim pun menulis buku, antara lain; “Sukses Berbisnis ala Nabi,” Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2010. “40 Hadis Sahih, Pedoman Membangun Toleransi,” Yogyakarta: Pustaka Pesantren, September 2006. Edisi Cetak Ulangnya: Terapi Nabi Mengikis Terorisme (2014). “Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia 2005,” Editor: Mathori A. Elwa, Jakarta: Risalah Badai, Cet. 1, Desember 2005.
Karya-karyanya selalu didokumentasikan, sehingga menjadi inspirasi bagi anak muda ketika melihat karya-karyanya.
Ibuku, Inspirasiku
Membaca dan belajar adalah salah satu kegemaran Khotim yang tidak pernah surut. Kemudian mengamalkannya adalah kewajiban. Tiga hal itu, dia dapatkan dari sosok ibunya.
“Sebenarnya apa yang saya lakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan ibu. Ibu saya itu orangnya pembelajar. Jadi sejauh apapun ada pengajian, beliau pasti mendatanginya. Saya ingat waktu masih kecil, di kecamatan yang berbeda ada pengajian. Beliau datang dengan berjalan kaki. Kemudian beliau juga mendirikan musholla, PAUD hingga berkembang dari masdrasah ibtidaiyah hingga tsanawiyah, dan pondok pesantren. Warisan ibu sekarang dilanjutkan oleh kakak dan adik saya,” jelasnya sambil mengenang sosok ibunya.
“Saya juga ingat pesan ibu, ketika kita mengamalkan ilmu yang kita miliki harus dengan hati yang ikhlas dan penuh kasih sayang. Dari golongan apapun mereka jika mereka ingin belajar maka ajarilah,” lanjutnya.
Karena kecintaannya dengan belajar, Khotim sudah banyak mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar dan workshop. Sejak masih menjadi mahasiswa hingga sekarang menjadi ibu yang memiliki tiga putri. Gerakan yang dilakukannya tidak lepas dari ilmu yang dia dapatkan dalam pelatihan-pelatihan, seperti; Pelatihan Dai Mahasiswa (1996), Pelatihan Kader Dasar PMII (1996), Pelatihan Dai Nasional di UMM (1997), Pelatihan Jurnalistik Sensitif Jender (November 1998), Lembaga Belajar Bersama LKiS bidang Studi Perempuan dan Jender (1998), Kursus Parlemen Perempuan, Kerjasama LSM Perempuan dengan PSW UIN, UNY, UGM (2012-2013), Pengkaderan Ulama Perempuan oleh Yayasan RAHIMA (2013-2014).
Dia juga pernah megikuti Pelatihan APE barang bekas Pokja II (2014), Lokalatih CEDAW bagi Tokoh Agama (2014), Seminar Nasional “Optimalisasi Peran Ortu dan Guru dalam Meningkatkan Antisipasi Diri Anak terhadap Kekerasan Seksual” (2014), Pelatihan Dasar Pendidik PAUD oleh Dikmenof Kab. Bantul (2015), Workshop Kurikulum 2013 (K-13) untuk Pendidik PAUD (2015), Workshop Pemudi Lintas Iman oleh PW Fatayat NU DIY dan KAICIID (2015), Konferensi Nasional “Promosi Budaya Adil Gender” (Jakarta, 21-23 Maret 2016), TOT Parenting PW Fatayat NU DIY (April 2016), TOT Pelatihan Kespro (Agustus 2016). Dan masih banyak lainnya.
Berorganisasi untuk Melayani
“Saya aktif berorganisasi semata-mata saya ingin melayani masyarakat dengan lebih baik lagi. Di dalam organisasi selain mendapatkan ilmu saya yakini organisasi yang saya ikuti yakni Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi penerus para Ulama’, dan Ulama’ adalah warasatul anbiya’. Wadah perempuan dalam organisasi NU sudah saya ikuti dari mulai Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’ (IPPNU), dan sekarang Fatayat NU. Dalam organisasi ini saya berusaha untuk selalu berperan aktif, sehingga saya bisa memberi kontribusi lebih kepada masyarakat luas. Kebetulan saya di Fatayat Wilayah DIY dan sekarang sedang mengadakan program penyuluhan kesehatan reproduksi bagi santri remaja se-DIY,” katanya dengan penuh semangat.
Dari keaktifannya di ranah organisasi membawanya mampu memberi inovasi dalam penyampaian ilmu kepada warga Jambidan. Baginya kegiatan organisasi sangat bermanfaat ketika diterapkan di masyarakat. Khotim sering mengadakan workshop dan program pemberdayaan untuk warga Jambidan, seperti Workshop parenting untuk orang tua, workshop kesehatan reproduksi untuk anak-anak dan remaja, penyuluhan tentang HIV-AIDS untuk jamaah pengajian di musholla Nurul Huda, Perpustakaan Keliling “Kandank Ilmu” yang langsung digerakkan oleh anak-anak dan remaja bekerjasama dengan remaja kampung yang lain, yakni Demangan dan Njoho, Pengenalan Baca-Tulis bagi anak SD, TK, dan pra-TK dengan hanya membayar Rp.5000 setiap bulannya sebagai ganti untuk pembelian buku pembelajaran apabila rusak, program “Ibu Belajar” yang membiayai ibu rumah tangga yang putus sekolah untuk mengikuti program penyetaraan Kejar Paket, dan lain-lain. Semua kegiatan yang dia lakukan bekerja sama dengan organisasi yang dia ikuti.
“Kegiatan-kegiatan semacam ini pasti sering dilakukan di kampus-kampus, tetapi jika dilakukan di kampung-kampung sangat efektif dan lebih mengena ke sasarannya. Seperti kegiatan yang sudah dilaksanakan, baik di KB Flamboyan maupun di mushola dan masjid mendapat respon yang baik oleh warga. Salah satu hasilnya yakni mereka lebih memahami permasalahan-permasalahan di sekitar mereka dan mampu mencari solusi yang terbaik,” jelasnya.
(bersambung)
Penyusun: Siti Muyassarotul Hafidzoh, Koordinator Litbang PW Fatayat NU DIY dan Jaringan KUPI.