Santri dan Tantangan Degradasi Moral
Oleh: Muhamad Yusuf
Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia, sebesar 40,4% Pemuda berusia 17-25 tahun mengalami degradasi/penurunan moral. Hal ini dapat ditandai dengan beberapa kasus kekerasan hingga kriminal oleh Pemuda. Tentu hal ini sangat tidak sejalan dengan cita-cita dan harapan Tokoh Pendiri Bangsa, Ir. Soekarno yang menyebutkan bahwa “Berikan Aku Sepuluh Pemuda, Maka Niscaya Aku Akan Mengguncang Dunia” yang berlandaskan Ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Data di atas dipengaruhi oleh Pemuda Indonesia juga masih kurang mengenal budaya-budaya atau nilai tata krama lokal yang berada di sekitarnya. Sehingga, menyebabkan kurangnya keimanan terhadap pemuda itu sendiri. Dilansir oleh Okezone.Com.
Berdasarkan kedua data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman budaya yang sangat berperan penting untuk meningkatkan moral, sikap, tatanan perilaku terhadap Pemuda Indonesia. Pemahaman yang dimaksud adalah kaum pemuda yang dinilai mampu untuk menerapkan seluruh hal-hal baik nilai budaya dan mengedepankan Ikrar Sumpah Pemuda. Mengingat pemuda adalah generasi penerus yang dalam pengaharapan setiap orang tua dapat menjadi tulang punggung bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa maupun agama.
Tantangan yang saat ini menyerang para pemuda adalah adanya pergeseran nilai yang semakin jauh dari nilai dasarnya serta pendangkalan keimanan (yang dalam hal ini pola hidup yang berubah menjadi sekuralisme, materialism, dan hedonism). Perang ideologi dan budaya pun yang tak kunjung berhenti melanda pergerakan para pemuda, hingga saya menyebutnya sebagai masalah degradasi moral.
Sekarang timbul pertanyaan. Apakah kita sebagai kaum muda dapat melewati tantangan tersebut? Bagaimana cara Pemuda untuk mengatasi atau menjawab permasalahan tersebut? Tentu bisa.
Hal ini dapat dilakukan melalui Program Duta Santri dalam wujud/implementasi Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015 sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Ajang Pemilihan Duta Santri menjadi awal munculnya bibit unggul Pemuda Indonesia yang mengendepankan nilai-nilai ajaran Islam dalam bermasyarakat dan bernegara. Sesuaa judul di atas, sudah seharusnya para santri menjadi pemuda yang dapat mencerminkan nilai-nilai moral yang baik dan mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda. Untuk itu, perayaan Hari Santri Nasional tersebut diharapkan tidak sebatas seremonial belaka, akan tetapi ada semangat lain untuk mengajak para santri di seluruh tanah air agar menebarkan semangat menjaga perdamaian di negeri ini.
Sebagai Duta Santri, Saya bertekad untuk melakukan kegiatan POLIFEST: PO-5 Festival. POLIFEST merupakan kegiatan yang mengedepankan nilai-nilai budaya dan tatanan moral yang baik. Rangkaian kegiatan ini akan dioptimalkan pada pemenuhan kesadaran masyarakat (pemuda). POLIFEST diharapkan mampu untuk mewujudkan fungsi Santri sebagai Pemuda-Pemudi yang menjaga bumi dan menebar rahmat untuk semesta. Melalui program kegiatan ini, Saya yakin dan percaya bahwa Pemuda akan dapat tumbuh dan kaya akan wawasan Islamiyah dan Moral yang baik.
Faktor-faktor keberhasilan kegiatan ini adalah Keberadaan Pondok Pesantren dan tersebarnya Santri di seluruh wilayah, mulai di pelosok desa hingga di pinggiran kota-kota besar, eksistensi para alumninya pun cukup mencuat dengan kinerja dan kerja nyata di dalam kehidupan masyarakat. Maka berharap kehadiran Santri/Pemuda sebagai Rahmatan Lil Alamin (Rahmat Bagi Alam Semesta Di Muka Bumi Ini) yang memiliki sisi emosi yang kuat untuk merajut kebersamaan di negeri Indonesia ini yang dikenal negeri dengan multi etnis,etnis, agama dan bahasa, serta suku pun layak disematkan di kalangan santri.
*Muhammad Yusuf, Finalis Duta Santri Nasional 2021, santri Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara
(NF)