Pelajaran Hidup Santri Melalui karakter seekor semut
Oleh : Yayuk Siti Khotijah
Karakter semut ternyata dapat dijadikan sebagai motivasi menumbuhkan semangat juang santri. Menumbuhkan jiwa keluarga semut dalam diri santri dapat diadopsi melalui karakter berkelompok dan bekerja sama, hidup damai, kreatif, menyiapkan hari esok, disiplin.
Keberadaan pondok pesantren amatlah penting sebab mampu memberikan konstribusi besar terhadap masyarakat dalam menciptakan pendidikan karakter dan khazanah keagamaan yang baik bagi para santri yang merupakan generasi penerus bangsa.[1] Adapun proses penanaman pendidikan karakter itu sendiri juga tidak hanya bisa ditempuh melalui pendidikan formal maupun informal saja. Alam pun ternyata juga bisa dijadikan sebagai inspirasi dalam mempelajari kehidupan. Salah satu yang bisa menjadi guru yang mengajarkan tentang kunci kehidupan adalah binatang-binatang seperti semut-semut kecil.[2] Meskipun secara fisik semut itu kecil, tetapi ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari binatang ini. Terdapat beberapa nilai positif dalam pola kehidupan semut yang mesti dicontoh oleh para santri agar dapat mencapai kejayaan dalam hidupnya. Salah satu pola kehidupan tersebut adalah:
Pertama, semut adalah binatang yang hidup berkelompok dan selalu bekerjasama. Semut adalah binatang yang tidak hidup dengan pola kesendirian atau individualisme. Semut menyadari akan kondisinya yang lemah. Namun, kebersamaan dan kerjasama membuatnya menjadi binatang yang tidak bisa dipandang remeh. Pola kehidupan demikianlah yang seharusnya diterapkan oleh para santri, yakni senantiasa bekerjasama dan saling tolong menolong antar sesama tanpa memandang suku, ras, agama, dan lain-lain. Sehingga pada titik ini, santri mampu merefleksikan bahwa Islam adalah agama yang toleran tanpa mengenal diskriminasi di dalamnya serta merupakan agama yang rahmatan lil alamin bagi semua kalangan.
Kedua, semut adalah binatang yang selalu hidup damai dan tidak pernah berkelahi. Sekelompok semut tidak pernah bertengkar dalam memperebutkan sesuatu. Bahkan, mereka saling memberitahu jika memperoleh sesuatu. Begitulah kerukunan hidup yang perlu dicontoh santri dari semut. Sikap damai, rukun, serta penuh dengan kasih sayang antar sesama.
Ketiga, semut adalah binatang yang kreatif dan selalu bergerak. semut adalah binatang yang tidak kenal lelah, tidak suka bermalas-malasan dan berpangku tangan. Keempat, semut adalah binatang yang selalu memikirkan dan mempesiapkan hari esoknya. Semut selalu memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi di hari esok. Ia menumpuk makanan dengan keyakinan bahwa hari esok bisa saja kondisinya lebih buruk dari hari ini. Begitulah pola hidup yang seharusnya dicontoh para santri, yaitu memperhitungkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi di hari esok, dan melakukan persiapan untuk menghadapinya. Hal ini juga sejalan dengan perintah Allah dalam salah satu firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Hasyr [59]: 18)[1]
Kelima, semut adalah binatang yang suka hidup teratur dan disiplin. Segerombolan semut akan berjalan dengan teratur, antri, tidak saling mendahului apalagi saling injak, disiplin, serta patuh pada peraturan. Ajaran ini juga tidak kalah penting untuk diterapkan oleh para santri, yaitu seperti disiplin tidak membuang sampah di sembarang tempat, disiplin untuk tidak memperbanyak limbah plastik, taat lalu lintas, dan lain sebagainya. Keenam, semut adalah binatang yang patuh pada atasannya. Tidak pernah seekor semut membantah dan melawan perintah “ratu” mereka.[2] Sama halnya dengan seorang santri yang haruslah selalu patuh dan takdzim kepada kyai mereka dalam segala hal yang bermuatan kebaikan.
Begitulah sikap-sikap terpuji dari kehidupan semut yang semestinya menjadi contoh dan pelajaran bagi manusia, khususnya bagi para santri yang merupakan generasi muda bangsa. Sehingga apabila nilai-nilai positif dari jiwa keluarga semut itu tadi mampu untuk diterapkan secara maksimal oleh seluruh santri Indonesia, maka slogan Duta Santri Nasional 2021 “Santri Menjaga Bumi dan Menebar Rahmat untuk Semesta” tentu akan dapat terwujud dengan mudah.
[1] Kementerian Agama Republik Indonesia. 2012. Al-Qur’an Cordoba Special for Muslimah. Bandung: PT Cordoba. 548.
[2] Sofyan Hadi. “Belajar dari Kehidupan Semut.” Diakses dari http://sofyanhadi.blogspot.com/2008/07/belajar-dar-kehidupan-semut.html pada tanggal 13 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB.
(1) Faiz In’amurrohman, “Kesyubhatan TIK: Sisi Gelap dan Terang Penggunaan TIK Pada Literasi Digital Pondok Pesantren”, Medika Teknika: Jurnal Teknik Elektromedik Indonesia, Vol. 1 No. 1, Oktober 2019, 25-29.
(2) M. Quraish Shihab. 2008. Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan. 190.
(3)Kementerian Agama Republik Indonesia. 2012. Al-Qur’an Cordoba Special for Muslimah. Bandung: PT Cordoba. 548.
(4) Sofyan Hadi. “Belajar dari Kehidupan Semut.” Diakses dari http://sofyanhadi.blogspot.com/2008/07/belajar-dar-kehidupan-semut.html pada tanggal 13 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB.
*Yayuk Siti Khotijah, Finalis Duta Santri Nasional 2021, Lulusan S1 IAI Al Hikmah Tuban jurusan Ahwalus Syahsiyah/ Hukum keluarga Islam. Sekaligus tenaga pengajar di SMP Plus dan MA Plus Al Muhibbin Jatirogo Tuban.
(NF)