MENGANGGAP PEREMPUAN SEBAGAI BENDA MATI
Aku Rindang, orang yang selalu ingin berterima kasih kepada dua perempuan yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman hidup. Karena mereka berdua aku masih berdiri tegak untuk melakukan perubahan-perubahan positif bagi siapapun, khususnya merubah cara pandang masyarakat terhadap perempuan. Tentunya aku pun akan selalu berterima kasih kepada sosok ulama perempuan yang telah memberikan cahaya penerangan bagi banyak perempuan-perempuan dan juga laki-laki. Beliau juga mampu merubah Hilda menjadi perempuan tangguh dan cerdas seperti saat ini. Sungguh sosok ulama perempuan yang sangat menginspirasi.
Setelah kejadian Hilda datang ke sekolah dengan marah-marah, entah begitu cepat waktu berlalu. Aku berusaha menemukan pelakunya dengan meminta bantuan bu Ema, karena aku fokus dengan pencarian pelaku, aku melupakan apa yang menimpa Hilda dan ibunya.
Mereka tertekan, lantaran banyak tetangga yang mulai membicarakan mereka, ada sebagian tokoh agama setempat yang menyarankan untuk Hilda segera dinikahkan, karena sebuah aib ketika perempuan melahirkan anak tanpa suami, apalagi mereka menganggap itu adalah anak haram. Lebih tega lagi ketika mereka mengatakan “Hilda harus menikah, seandainya tidak ada yang bersedia, maka Hilda harus bersedia menjadi istri kedua atau ketiga, pokoknya siapapun yang mau.” Sungguh! Betapa sosok perempuan seperti benda, yang tidak memiliki nilai di mata mereka.
(bersambung)
____________
Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.
Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.
Salam Cinta untuk Semuanya.
*Oleh: Muyassaroh H, asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.