Senyum Hilda

 

“Jadi, untuk orang-orang yang tidak bisa mendengar khutbah sholat  jumat atau sholat Ied seperti posisinya jauh dari khotib yang tidak menggunakan pengeras suara, atau dia seorang disabilitas rungu, yang mana mereka tidak bisa mendengarkan khutbah tersebut, ya mereka tidak dikenai hukum apapun. Namun penjelasan dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, an-Nawawi mengatakan, Amma man la yasma’uha libu’dihi minal imami fafihi thariqoni lil khurrosani,  yakni pendapat pertama, makmum yang tidak bisa mendengar khutbah maka dia boleh berbicara apapun. Pendapat kedua, yang ditegaskan as-Syafi’i dan  menjadi pendapat mayoritas ulama Iraq dan lainnya, bahwa di sana ada dua pendekatan, yakni jika kita mengatakan boleh berbicara apapun, maka dianjurkan baginya untuk sibuk dengan membaca al-Qur’an dan dzikir. Selanjutnya, jika kita mengatakan, dia tidak boleh berbicara dengan kalam adamiyin atau obrolan manusia, maka dia punya dua pilihan, antara diam dan membaca al-Qur’an atau dzikir.”

_______

Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.

Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.

Salam Cinta untuk Semuanya.

*Oleh: Muyassaroh H, asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here