LEMAHNYA KESEJAJARAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Hilda masih terbengong menoleh ke arah belakang, siapa tahu bukan dia yang dipanggilnya. Seorang laki-laki turun dari mobil dengan membawa payung dan menghampirinya. Hilda terkejut dengan laki-laki yang tepat berdiri di depannya dan menjulurkan payung hingga mereka berdekatan dalam satu payung.
“Mas Wafa, njenengan,”
“Kamu tidak boleh hujan-hujanan, ayo masuk mobil, kita ke pondok bersama.”
Teriakan Wafa bersautan dengan rintikan hujan, namun suaranya sangat jelas terdengar. Tanpa berkata apa-apa, dan karena Wafa keponakan Ibu Nyainya yang memberi perintah, Hilda menuruti perintahnya dengan pikiran bingung kemana-mana.
Hilda duduk di jok belakang dengan wajah menunduk. Dia bingung, bajunya yang basah kuyup sudah membasahi jok mobil Wafa.
“Ngapunten, ini saya basah semua, jok njenengan,”
“Biarkan saja, nanti juga mengering. Sebentar saya ada handuk bersih di tas.”
Wafa membuka tas ranselnya, kemudian memberikan handuk biru kepada Hilda.
“Pakai ini dulu supaya tidak terlalu basah.”
Hilda mengambil handuk tersebut dan menduduki handuk tersebut untuk menahan air dari tubuhnya yang terus menetesi jok mobil Wafa. Wafa menjalankan mobilnya dengan tenang menuju pondok. Selama beberapa menit di dalam mobil, mereka saling membisu. (bersambung)
______________
Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.
Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.
Salam Cinta untuk Semuanya.