Keadilan Gender Islam
Oleh Khotimatul Husna*
Islam adalah agama yang hadir sebagai rahmah (kasih sayang) bagi semua. (Wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil aalamin, QS. Al Anbiya’:107). Islam tidak ditujukan untuk bangsa, kelompok, atau jenis kelamin tertentu saja. Islam memandang semua manusia memiliki tugas yang sama untuk mewujudkan kesejahteraan di muka bumi (khalifah fil ardli). Nilai kemanusiaan laki-laki dan perempuan adalah setara di hadapan Allah Swt, yang membedakan hanyalah nilai ketaqwaannya. Laki-laki dan perempuan yang beriman bila melakukan kebaikan maka keduanya akan mendapat pahala dan masuk surga. Dengan demikian, tidaklah dibenarkan jika agama kemudian digunakan sebagai alat untuk melegitimasi tindakan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, sejarah kelam kemanusiaan yang mendiskriminasi perempuan dari sejak masa jahiliyah hingga kini masih berlangsung. Diskriminasi terhadap perempuan itu bisa terjadi dalam berbagai bentuk, peminggiran (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), kekerasan (violence), beban ganda (double burden), stereotip/pelabelan negatif. Sayangnya, konstruksi sosial yang diskriminatif ini sering kali dilanggengkan dengan menggunakan tafsir keagaamaan yang timpang.
Di antara contoh pemaknaan atau tafsir yang masih timpang terhadap teks atau ayat-ayat Quran maupun Hadits yang secara eksplisit dalam teks tersebut hanya ditujukan kepada salah satu jenis kelamin, laki-laki atau perempuan saja. Misalnya, tafsir atas teks keagaamaan yang hanya menekankan kepada laki-laki untuk mencari ilmu bukan sebaliknya. Pemaknaan terhadap teks Quran surat At Taubah ayat 122 yang artinya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Pemaknaan teks keagamaan yang mengatakan bahwa perempuan shalihah itu yang taat kepada suaminya tidak berlaku sebaliknya. Pemaknaan terhadap Hadits Nabi Muhammad Saw. yang artinya: Perempuan shalihah itu apabila kamu (suami) melihatnya dia membuatmu senang, apabila kamu perintah dia taat, apabila kamu tinggal dia menjaga kehormatannya. (HR. Ahmad)
Masih banyak penafsiran terhadap teks Quran dan Hadits yang bias dan tidak berpihak kepada perempuan. Padahal, teks-teks Quran dan Hadits tersebut di atas bila didekati dan dimaknai dengan pendekatan metodologi mubadalah maka pemaknaannya akan lebih adil bagi laki-laki dan perempuan.
Pemaknaan terhadap teks yang secara eksplisit nash hanya menunjuk salah satu subjek bisa ditafsiri dengan menggunakan metodologi mubadalah. Metodologi mubadalah ini dicetuskan oleh KH. Faqihuddin Abdul Qadir. Perspektif ini adalah suatu metode berpikir resiprokal (timbal balik) sebagai hasil sintesis dari kontekstualisasi dalil-dalil Al Qur’an dan Al Hadits yang dilakukan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir.
Metode Mubadalah ini menginterpretasikan teks untuk menemukan pesan utama yang bisa menyapa laki-laki dan perempuan sebagai subjek setara, sehingga kebaikan yang dianjurkan dan kejelekan yang dilarang oleh teks tertuju kepada keduanya. Adapun premis yang digunakan dan dijadikan dasar adalah sebagai berikut: Islam hadir untuk laki-laki dan perempuan. Prinsip relasi antar keduanya adalah kesalingan dan kesetaraan. Teks-teks Islam terbuka untuk dimaknai ulang. Selain itu, Islam adalah agama yang universal dan Al Islam shalih likulli zaman wa makaan (Islam itu baik untuk semua masa dan tempat). Juga Al Islaam shaalih li talbiyat hajaat al rijaal wa mutathollabaat al nisaa (Islam itu baik dalam memenuhi kebutuhan laki-laki dan perempuan).
Sebelum memaknai teks dengan menggunakan metode Mubadalah, terlebih dahulu harus dipahami tentang klasifikasi nash/teks sebagai berikut:
- Teks/Nash yang memuat prinsip fundamental (mabadi’)
- Teks/Nash yang memuat prinsip tematik (qowaid)
- Teks/Nash yang implementatif atau operasional (juz iyyat)
Adapun prinsip Mabadi meliputi:
- Ketauhidan (at tauhid)
- Keadilan (al ‘adl)
- Kerjasama dengan kearifan (al hikmah)
- Kasih sayang (ar rahmah), dan
- Kebaikan (al mashlahah).
Sedangkan keadilan relasi (tematik/qowaid) meliputi:
- Ikatan janji yang kokoh sebagai amanah Allah (miitsaqan ghalidza)
- Kemitraan (zawwaaj/suami istri)
- Hubungan kesalingan yang baik (mu’asyaroh bi al ma’ruf)
- Kenyamanan dan Ridla (Taraadl)
- Komunikasi (Musyawarah)
Cara kerja Mubadalah:
- Pastikan teks yang akan diinterpretasi berbicara tentang relasi laki-laki dan perempuan.
- Pastikan teks secara implisit menyebut laki-laki atau perempuan, yang salah satu menjadi subjek dan lainnya objek.
- Perhatikan apakah teks mengandung pesan yang prinsip (mabadi’) maupun tematik (qowaid) atau yang parsial (juziyyat). Pesan eksplisit teks yang terkait prinsip (menarik kebaikan dan menolak keburukan, maka dapat langsung diterapkan pada pihak yang tidak disebutkan.
- Gunakan makna dari teks yang sudah selaras dengan prinsip fundamental dan norma tematik
Dengan demikian, beberapa pemaknaan terhadap teks Quran dan Hadits di atas bila dimaknai dengan menggunakan metodologi mubadalah bisa bermakna sebagai berikut:
Ayat Qur’an QS. At Taubah: 122 yang berbunyi:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (At Taubah: 122)
Pesan utama teks Quran :
Anjuran pentingnya mencari ilmu — kemaslahatan
Maka kesimpulan hukumnya :
Laki-laki dan perempuan sama-sama harus mencari ilmu untuk memberikan kemanfaatan dan mewujudkan kemaslahatan. Jadi, teks Quran itu tidak hanya ditujukan untuk laki-laki saja, tapi juga berlaku untuk perempuan.
Hadits yang berbunyi: Perempuan shalihah itu apabila kamu (suami) melihatnya dia membuatmu senang, apabila kamu perintah dia taat, apabila kamu tinggal dia menjaga kehormatannya. (HR. Ahmad)
Pesan utama teks Hadits :
Komitmen dalam rumah tangga — kemaslahatan
Maka kesimpulan hukumnya :
Suami dan istri sama-sama harus menjaga komitmen. Jadi, teks Hadits itu tidak hanya berlaku untuk istri atau perempuan saja, tapi juga berlaku untuk suami/laki-laki.
Dengan menggunakan metode mubadalah inilah maka diharapkan teks keagamaan tidak lagi digunakan untuk melanggengakan ketidakadilan, sebaliknya keadilan adalah ruh dalam nilai-nilai Islam.
*Penulis merupakan Ketua PW Fatayat NU DIY
————-Tulisan bersumber dari buku Qiraah Mubadalah, karya Faqihuddin Abdul Kadir, IRCiSoD, 2019.