Oleh: KH. Ahmad Ali MD*
Kata Rajab berakar kata at-Tarjîb, bermakna at-ta’zhîm, artinya mengagungkan, karena orang Arab mengagungkan bulan ini melebihi bulan yang lainnya.
Ada beberapa nama untuk Bulan Rajab ini. Syaikh As-Sayyid al-Bakrî ibnu Sayyid Muhammad Syathâ’ ad-Dimyâthî, dalam kitabnya Hâsyiyat I’ânat ath-Thâlibîn ‘alâ Halli Alfâzh Fath al-Mu’în Syarh Qurrat al-‘Ain bi-Muhimmât ad-Dîn li-Zain ad-Dîn bin ‘Abdul ‘Azîz al-Malîbârî (Juz II, 272), menyebutkan tiga nama lain bagi bulan Rajab. Pertama, Rajab dinamakan pula “al-Ashabb”, linshibâb al-khairi fîh, karena mengalirnya kebaikan di dalamnya atau tetapnya orientasi atau komitmen kebaikan di dalamnya.
Kedua, Rajab dinamakan pula “al-Ashamm”, li’adami simâ’ qa’qa’atis silâhi fîh, yakni karena tidak terdengarnya suara gemerincing pedang di dalam bulan Rajab ini.
Ketiga, Rajab dinamakan pula “Rajam”, lirajami al-a’dâ’i wasy syayâthîni fîhi hattâ lâ yu’dzû al-auliyâ’a wa ash-shâlihîna, yakni karena terlemparnya atau terkutuknya para musuh dan setan-setan sehingga mereka tidak bisa mengganggu para wali Allah Taala dan orang-orang shaleh.
Bulan Rajab adalah golongan “Asyhurul Hurum”, yakni bulan-bulan suci, yang dimuliakan serta yang diharamkan peperangan atau menumpahkan darah di dalam bulan-bulan ini. Asyhurul Hurum ada 4 (empat), yang tiga beriringan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan yang satu terpisah, yaitu Rajab.
Dinamakan Hurum, karena orang-orang Arab memuliakannya dan mengagungkannya, serta karena diharamkan peperangan di dalam bulan-bulan ini, bahkan sekalipun seseorang di antara mereka (orang-orang Arab) andaikan bertemu dengan orang yang membunuh bapaknya, anak laki-lakinya ataupun saudara laki-lakinya di bulan-bulan ini, maka ia tidak meneriakinya. Pada awal Islam, di bulan-bulan ini diharamkan peperangan, tetapi kemudian larangan berperang di bulan-bulan ini dinasakh (dihapuskan), setelah berlalunya bulan-bulan tersebut, berdasarkan firman Allah SWT,
…فَاقْتُلُوْا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ….
…Maka bunuhlah orang-orang musyrik dimanapun kamu jumpai mereka…. (QS. At-Taubah: 5).
Kebolehan memerangi kaum musyrik tersebut dalam keadaan defensif, mempertahankan diri, yakni ketika diserang oleh kaum musyrik, bukan ofensif, penyerangan atau agresi semata-mata. Selain itu, penyerangan oleh kaum Muslim terhadap kaum musyrik yang diperbolehkan tersebut diakibatkan misalnya karena pengingkaran perjanjian damai oleh kaum musyrik itu.
Diantara cara mengagungkan Bulan Rajab ini adalah dengan berpuasa, terlebih lagi memperbanyak Puasa Rajab. Hal ini karena, Bulan Rajab adalah satu di antara empat bulan-bulan mulia yang disebut Asyhurul Hurum. Jelas bahwa Asyhurul Hurum ini merupakan bulan-bulan yang afdhal untuk berpuasa setelah puasa Ramadhan. Urutan yang afdhal untuk berpuasa di antara Asyhurul Hurum itu adalah Muharram, kemudian Rajab, kemudian Dzulhijjah, kemudian Dzulqa’dah, kemudian setelah Asyhurum Hurum ini yang afdhal untuk berpuasa adalah Bulan Sya’ban.
Mengagungkan Bulan Rajab dengan cara memperbanyak berpuasa Rajab sangat penting, karena menempati posisi terafdhal kedua setelah Puasa Muharram, dalam golongan puasa Asyhurul Hurum.
Berpuasa Rajab dan di bulan-bulan Asyhurul Hurum yang lainnya tersebut (Muharram, Dzulhijjah, Dzulqa’dah) adalah utama (afdhal) karena berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dll.:
صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاترُكْ، صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ (رواه أبو داود).
Berpuasalah di sebagian hari-hari bulan Hurum dan tinggalkanlah, yakni janganlah berpuasa di sebagian hari-hari yang lainnya di bulan Hurum, Berpuasalah di sebagian bulan Hurum dan janganlah berpuasa di sebagian lainnya, Berpuasalah di antara Hurum dan tinggalkan di hari-hari yang lainnya (HR Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Shaum, Bab Puasa di Asyhurul Hurum, hadits no. 2114)
Mukhathab (orang yang menjadi sasaran hadits) tersebut diperintahkan untuk meninggalkan berpuasa, karena ia mengalami kesulitan atau kesukaran (masyaqqah) bila memperbanyak berpuasa di bulan-bulan tersebut. Adapun orang yang tidak mengalami kesulitan atau kesukaran (masaqqah) maka baginya berpuasa di seluruh hari dalam bulan-bulan hurum (Asyhurul Hurum) adalah utama (lahu fadlîlah).
Puasa Bulan Rajab dan Asyhurul Hurum merupakan jenis puasa sunah (Shaum Tathawwu’) yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah). Puasa yang sangat dianjurkan ini antara lain ada 15 (lima belas) macam, sebagaimana disebutkan secara rinci oleh Syaikh An-Nawawi at-Tanara al- Bantani, dalam kitabnya Nihâyat az-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’în Syarh ‘alâ Qurrat al-‘Ain bi-Muhimmât ad-Dîn (hlm. 185-197).
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّابِ.
هَدَانَا اللّٰهُ وَإِيَاكُمْ أَجْمَعِيْنَ.
Al-Faqîr ilâ Rahmatillâh,
KH. Ahmad Ali MD, MA.
Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM-PWNU) Provinsi Banten, Pengurus Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD-PBNU), dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta