Malam ini adalah malam Rabu Wekasan yaitu malam Rabu terakhir (Rabu wekasan) di bulan Shafar. Sebagian orang ahli ma’rifat termasuk orang yang ahli mukasyafah mengatakan bahwa setiap tahun Allah menurunkan bala’ (bencana) yang berjumlah 320.000. Kesemuanya diturunkan pada hari Rabu yang terakhir di bulan Shafar.
Adapun amalan-amalan dan do’a hari Rabu terakhir di bulan shafar yakni sebagai berikut:
Disunnahkan melakukan shalat 4 raka’at
Tata cara sholatnya dapat dilakukan secara sendiri sendiri atau ber jama’ah.
Jumlah raka’at = 4 raka’at dengan 2 kali salam dengan bacaan setelah al fatihah :
Surat al kautsar (17x)
Surat al Ikhlas (5x)
Surat al Falaq dan an Nas masing masing (1x)
Niat Sholat : Usholli sunnatal lidaf’il balaa rokatainii lillaahi ta’ala
Artinya : Aku berniat shalat menghilangkan balai dua raka’at sunnat karena Allah SWT
Mengutip penjelasan dalam kitab al-Jawahir al-Khams bahwa Allah akan menurunkan 320.000 musibah setiap tahun dalam hari Rebo Wekasan. Karenanya, para ulama selalu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dengan meminta keselamatan kepada-Nya. Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, KH Muhammad Djamaluddin Ahmad memberikan amalan Rabu wekasan yakni berupa sholat. Kiai Jamal menerangkan bahwa yang mendatangkan balak (musibah) itu adalah Allah, maka kita harus mendekat meminta kawelasan (kasih sayang) dari Allah. Tidak diperkenankan ngawur dalam menjalankan amalan Rebo Wekasan. Supaya tidak melenceng jauh dari ajaran agama Islam. Di antara yang lazim dilakukan, adalah membaca doa Rebo Wekasan, melaksanakan shalat sunnah dan banyak sedekah. “Jangan sampai amalannya ngawur, harus berdasarkan tuntunan agama. Semua amalan ini bertujuan untuk tolak balak,” tegas Kiai Jamal. Pada Rebo Wekasan, umat Islam disunnahkan mandi tolak balak dan shalat empat rakaat dengan dua salam. Dalilnya shalat, ayat Al-Qur’an yang artinya wahai orang Islam minta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. “Tetapi harus ingat, istilah shalat Rebo Wekasan itu tidak ada. Jadi kita semua bisa shalat sunnah seperti shalat hajat, tahajud, maupun lainnya,” tegas Kiai Jamal. Lebih lanjut, Kiai Jamal menerangkan bahwa dalam berdoa, terdapat etika atau cara lain yakni menulis kalimat berbahasa Arab yang berisi beberapa ayat al-Qur’an mengandung doa dengan awalan kata “salamun”. Seperti, ayat salamun qaulan min rabbir rahim, salamun ala nuuhin fil alamin, salamun ala ibrahim, salaamun ala musa waharuun, dan seterusnya. Kalimat itu ditulis di atas kertas dengan niat berdoa meminta keselamatan dan kawelasan Allah. Lalu dicampur air dan dibacakan doa Rebo Wekasan sehingga airnya disebut ‘air salamun’. Amalan semacam ini diperbolehkan.
Menurut Kiai Jamal, dianjurkan hari itu shalat 4 raka’at dengan 2 salam. Kiai Jamal menjelaskan, shalat yang dilakukan tersebut diniati dengan shalat mutlak. Pada setiap rakaat dalam shalat tersebut membaca Al-Fatihah sekali, surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, surat Al-Ikhlas lima kali, Al-Falaq sekali dan An-Nas sekali. Kemudian setelah salam membaca doa dan shalatnya tidak berjamaah. Tapi dilakukan bersama-sama di lokasi yang sama. Tradisi Rabu Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain. Bentuk ritual Rabu Wekasan umumnya dilakukan dengan shalat , berdoa dengan doa-doa khusus, selamatan, sedekah, silaturrahin, dan berbuat baik kepada sesama. Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (W.1151 H) dalam kitab Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut Mujarrobat Ad-Dairobi). Anjuran serupa juga terdapat pada kitab Al-Jawahir Al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (W. 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya. Keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang juga menegaskan bahwa shalat khusus Rabo Wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah muthlaqah atau niat shalat hajat. Kemudian Muktamar NU ke-25 di Surabaya (20-25 Desember 1971 M) juga melarang shalat yang tidak ada dasar hukumnya, kecuali diniati shalat mutlak. Shalatnya bisa di pagi (dhuha) atau setelah shalat maghrib. (NF)
Repost dari (Syarif): https://www.nu.or.id/post/read/98565/inilah-amaliah-shalat-di-hari-rabu-wekasan