Oleh: Muyassarotul Hafidzoh, Guru TPA Masjid Azzahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul

Perempuan NU sudah berdaya sejak NU itu berdiri. Ini dibuktikan dengan kisah perjuangan Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim, seorang perempuan NU yang terkenal ‘alim dalam ilmu agama, pelopor pesantren perempuan pertama di Indonesia, bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Arab Saudi atas dedikasinya dalam pendidikan. Berikut ini kisah hidup singkat Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim, semoga menjadi pelajaran penting bagi perempuan NU hari ini.

Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim dilahirkan pada tahun 1908 M (1326 H) di Tebuireng, Jombang. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim merupakan puteri pertama dari Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dan Nyai Hj. Nafiqoh. Dengan demikian, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim adalah kakak kandung dari K.H. A. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama.

Meskipun tidak pernah menuntut ilmu di pesantren lain, namun pola pendidikan yang diberikan Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari telah mampu menjadikan Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim sebagai salah satu pejuang kaum perempuan yang patut diperhitungkan, baik melalui institusi pendidikan yang dikelola maupun melalui organisasi kemasyarakatan yang dipimpin. Sering Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim mengikuti pengajian di masjid Pesantren Tebuireng dari belakang tabir.

Pelopor

Setelah menikah dengan K.H. Ma’shum ‘Ali, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim kemudian diutus Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari untuk mendirikan pesantren di Seblak yang khusus mendidik santri puteri. Bersama suami, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim merintis pendirian pesantren tersebut. Namun, beberapa tahun setelah Pesantren Puteri Seblak berdiri, K.H. Ma’shum ‘Ali meninggal dunia pada tahun 1933 dan dimakamkan di kompleks pemakaman Pesantren Tebuireng.

Tidak begitu lama menjadi janda, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim menikah lagi dengan K.H. Muhaimin dari Lasem, Jawa Tengah, dan kemudian bermukim di Mekah selama kurang lebih 20 tahun. Pada periode mukim di Makkah ini, di samping masih menuntut ilmu kepada beberapa guru besar (syaikh), Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim juga mendirikan Madrasah Lil Banat, yaitu sebuah madrasah pertama di Arab Saudi yang dikhususkan bagi kaum perempuan. Bangunan madrasah ini berdiri tidak jauh dari Kompleks Masjidil Haram yang terkenal itu.

Penghargaan

Atas kegigihan dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan di Makkah itulah, kemudian Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim diundang oleh Raja Arab Saudi dan diberikan penghargaan khusus yang berupa sebuah cincin. Hingga saat ini, madrasah serupa belum pernah didirikan di negara Arab Saudi tersebut. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim kemudian kembali ke tanah air atas saran Ir. Soekarno (Presiden RI) ketika berkunjung ke Makkah, bahwa Indonesia sangat membutuhkan orang-orang berdedikasi tinggi seperti Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim untuk membangun negara yang baru merdeka tersebut.

Setelah sampai di Tebuireng, pada tahun 1957 Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim memimpin kembali Pesantren Puteri Seblak. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim mencatat sejarah sebagai sosok perempuan yang pernah masuk jajaran Syuriah PBNU. Beliau juga pernah menjadj Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Jawa Timur dan sebagainya. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim meninggal dunia di RSUD Jombang pada hari Sabtu tanggal 2 Juli 1983 M (21 Ramadhan 1404 H).

Itulah kisah perjuangan dan prestasi Nyai Hj. Khoriyah Hasyim. Saatnya perempuan NU pada abad ke-21 ini melanjutkan perjuangannya dalam memberdayakan perempuan dan pendidikan NU. Siapa berikutnya? (Muyassaroh)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here