Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II sekaligus Konferensi Internasional digelar di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. KUPI II mengangkat isu tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki atau gender dan menyinggung soal Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

“Kita angkat adalah peran tokoh agama dalam memperkuat kebangsaan kita ke Indonesia kita, nah salah satu hal ingin suarakan dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia kita ingin memperkuat prinsip perbedaan dan kesetaraan,” kata Perwakilan Jaringan Nasional Gusdurian, Suraji, saat konferensi pers di PP Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Kamis (24/11/2022).

Menurutnya bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, agama, ras dan kultur. Meskipun adanya perbedaan, kata dia, tidak lagi ada diskriminasi yang terjadi. Oleh karena itu, hubungan umat manusia setara antarwarga negara Indonesia.

“Bahwa Indonesia hari terdiri dari sekian etnis agama, ras, kultural itu kita posisinya setara hubungan antarwarga negara. Oleh karena itu kita tidak ingin ada diskriminasi, intoleransi, kelompok satu dengan lain merasa paling kuat ke depan itu tidak lagi terjadi, oleh karena itu prinsip beda dan setara kita kuatkan dalam kongres hari ini,” ungkap Suraji.

Kesempatan yang sama, Direktur Rahima, Pera Sopariyanti, mengatakan misi KUPI II meliputi keislaman, kemanusiaan, kebangsaan, dan kesemestaan. Pera melihat permasalahan soal pekerja rumah tangga masih menjadi permasalahan sampai sekarang.

“Karena kami melihat persoalan pekerja rumah tangga di dalam misi kita keislaman bahwa PRT itu adalah manusia, dia sebagai warga negara, dia mempunyai hak yang sama,” jelas Pera saat konferensi pers.

Pera mengatakan pekerja rumah tangga sering direndahkan dan mendapatkan kekerasan. Padahal kata dia hal tersebut dilarang dalam ajaran Agama Islam.

“Dan Islam melarang siapa pun manusia di dalam relasi kuasa teman-teman rumah tangga itu relasi sangat rendah sehingga rentan mendapatkan kekerasan,” ujar dia.

“Bahwa perlindungan pekerja rumah tangga adalah hal yang urgent karena mereka rentan sekali. Mereka punya jam kerja yang panjang,” Pera mengimbuhkan.

Oleh karena itu, Pera mendorong melalui KUPI agar RUU PPRT segera disahkan. Sebab dalam rancangan undang-undang tersebut diatur soal upah hingga relasi bekerja antarkedua belah pihak.

“RUU PPRT diatur soal pembagian upah, bagaimana relasi bekerja saya kira menguntungkan kedua belah pihak. Ini upaya mendorong PRT, kita mendorong itu mereka pekerja, oleh karena mereka mempunyai hak-hak untuk bekerja, hak berlibur, hak mendapatkan upah yang layak,” jelas dia.

Direktur Fahmina yang juga merupakan anggota SC KUPI IIRosidin, menambahkan sebelum masuk ke kongres terlebih dahulu digelar dengan berbagai halaqah mulai tadi siang. Ada tiga tema yang diangkat dalam halaqah tersebut. Di antaranya tentang ‘Meneguhkan Peran Ulama Perempuan dalam Merawat dan Mengokohkan Persatuan Bangsa’, ‘Temu Tokoh Agama dalam untuk Memperkuat Kebangsaan’, dan ‘Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT’.

“Sebelum masuk pada kongres yang mulai masuk dari pembukaan kita perlu melihat mendengar pandangan terkait dengan unsur pemerintah yang relevan dengan KUPI,” kata Rosidin.

“Kita punya pengalaman panjang soal PPRT, itu sejak 2004 sebelum proses kekerasan seksual, itu lebih tua untuk isu perlindungan perempuan. Kenapa itu tidak berhasil sampai sekarang, maka perlu kita dengan rumusan-rumusan selama menjadi strategi, sekaligus kelemahan titik mana, rumusan kita ambil agar proses PPRT lebih lanjut bisa kita goal-kan,” Rosidin mengimbuhkan.

Sumber: detik.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here