Wawancara dengan ketua PW Fatayat NU DIY

Setiap pemimpin ada masanya. Setiap masa ada pemimpinnya. Demikian yang banyak diungkap para peserta dalam Konferwil XI PW Fatayat NU DIY di PP Aji Mahasiswa Al-Muhsin, Krapyak Bantul (25-26/02). Khotimatul Husna terpilih secara aklamasi. Ada pandangan-pandangan penting yang ia utarakan, khususnya dalam meneguhkan kader potensial dari akar rumput. Mereka yang di bawah punya potensi besar, tinggal bagaimana digerakkan menjadi kekuatan bersama dalam membangun NU, Fatayat, dan bangsa. Berikut wawancara selengkapnya.

Bagaimana menata Fatayat DIY ke depan?

Selama ini harus kita akui bersama bahwa manajeman di Fatayat NU DIY belum seprofesional manajemen pada umumnya. Sebuah organisasi itu harus memiliki manajemen yang ideal. Ideal yang saya maksud adalah akuntabel dan transparan. Semua orang bisa mengakses semua hal yang ada di dalam organisasi secara terbuka. Misalnya, soal keuangan, ketika ada donatur atau ketika ada orang yang memberi bantuan ke Fatayat, mereka bisa melihat bahwa dana/bantuan yang diberikan itu benar-benar digunakan untuk kegiatan Fatayat. Ada laporan kepada mereka yang dibuat secara periodik. Bahkan, ke depan semua keuangan Fatayat akan kita share secara online, semua orang bisa mengakses, sehingga tidak timbul kecurigaan-kecurigaan tertentu.

Soal pengelolaan organisasi juga begitu. Setiap keputusan harus melalui musyawarah mufakat, sehingga akuntabel atau bisa dipertanggungjawabkan. Inilah yang membuat organisasi sehat. Semua harus melalui musyawarah, kecuali hal-hal yang sifatnya insidental dan mengharuskan ketua yang memutuskan. Tetapi pada prinsipnya adalah musyawarah, semua anggota harus dilibatkan agar tidak melahirkan friksi-friksi di dalam organisasi. Karena ketika keputusan dilakukan tidak transparan, maka akan berefek tidak baik dan membuat organisasi tidak solid. Setiap kegiatan harus bisa dipertanggungjawabkan. Mulai dari dananya dari mana, digunakan untuk apa, semua harus dilaporkan secara transparan dan akuntabel.

Bagaimana program pengkaderan di Fatayat?

Pengkaderan terutama PKD di Fayatat itu di PC (Pimpinan Cabang) dengan melibatkan Ancap (Anak Cabang) sampai ke tingkat bawah. Ke depan saya ingin pengkaderan itu bersinergi juga dengan wilayah, karena tidak semua PC itu ada Ancap. Maka, kita akan melakukan asesment, apa persoalannya, kendalanya, apa yang dibutuhkan oleh PC. Nah, hal-hal semacam ini akan kita kerjasamakan dengan Wilayah, sehingga PC tidak kedodoran dalam menangani kaderisasi. Selama ini, mereka merasa berjalan sendiri. Bahkan, materi pelatihan di antara mereka masih ada kendala. Padahal, Fatayat sudah punya modul pelatihan, hanya sosialisasinya saja yang kurang merata.

Karena itu, di bidang organisasi nanti saya ingin ada Tim Pengkaderan. Tim ini nanti bersinergi dengan cabang-cabang. Untuk modul pelatihan nanti kita revisi sesuai konteks Jogja, dengan mengakomodir nilai-nilai lokalitas. Tim ini juga sekaligus bertugas membentuk fasilitatornya, sehingga kalau PC butuh tim ini yang akan turun ke bawah. Tim Pengkaderan ini tidak hanya melibatkan Wilayah saja, tetapi juga Cabang. Hal ini diharapkan akan terjalin sinergi antara Wilayah dengan Cabang dalam proses pengkaderan. Wilayah harus membackup pengkaderan di PC agar bisa berjalan. Misalnya, di Bantul itu ada 17 kecamatan ,saya harapkan 1 kecamatan ada Ancap. Kita nanti akan turun langsung, sehingga mereka akan merasa terayomi.

Program pengkaderan ini memang prioritas, tetapi tanpa meninggalkan bidang-bidang yang lain. Misalnya bidang ekonomi, pelatihan leadership.Program ini tidak kemudian Wilayah berjalan sendiri, Cabang berjalan sendiri. Program di Wilayah itu akan menjadi grand program yang akan kita breakdown ke bawah, sehingga semua bisa berjalan berkesinambungan. Dengan demikian, Cabang akan lebih bersemangat karena banyaknya program yang dikerjasamakan dengan Wilayah, tidak berjalan sendiri-sendiri. (Rohim/Joko)bangkitmedia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here