PW Fatayat NU DIY menyelenggarakan Ngaji Politik dengan tema “Perempuan dan Pemilu 2019” di Gedung Multi Purpose STAISPA Komplek 3 Pon.Pes Sunan Pandanaran JL. Kaliurang Ngaglik Sleman pada Jum’at 4 Januari 2019.

Ngaji Politik kali ini menghadirkan Dr.Arie Soejito sebagai pengamat politik dan dosen fisipol UGM, Dr.Yuni Satia Rahayu sebagai aktivis perempuan dan Wakil Bupati Sleman periode 2010-2015, dan Sahabat Hidatayut Thayyibah sebagai aktivis perempuan dan KPU Kab Kulonprogo.

Yuni Satia Rahayu, S.S, M.Hum menjelaskan bahwa perempuan selalu dipandang sebelah mata dalam ranah pengambilan keputusan. “Lalu apa yang harus kita lakukan? Perempuan harus ikut andil di dalam ranah politik. Karena  yang tau masalah perempuan ya perempuan itu sendiri.” Jelas Yuni.

Sedangkan menurut Hidayatut Thayyibah, Anggota KPU Kulon Progo menjelaskan bahwa ada banyak parpol yang meggunakan perempuan hanya untuk memenuhi affirmative 30% perempuan.

“Partai politik punya PR besar dalam hal pengkaderan sampai tingkat bawah. Apalagi partai politik sudah difasilitasi dana oleh pemerintah. Sehingga partai politik bisa dihuni kader-kader pilihan, agar partai tersebut bisa lebih besar. Termasuk kader perempuan.” Jelas Hidayah.

Kemudian Dr. Arie Sujito, s.Sos. Msi., sebagai pengamat politik memberi penjelasan menarik tentang makna politik. Menurutnnya politik itu seni mengelola kekuasaan, kontestasi dalam mengejar kekuasaan. Relevansi perempuan dalam berpolitik dan perempuan itu punya kapasitas. Perempuan kalau ingin menang harus punya nilai unggul. Sedangkan yang harus dilakukan dalam politik adalah membangun culture socity.

“Di sinilah perempuan harus pro aktif, affirmative action harus dimilikinya. Narsis lah dengan ide, program, gagasan itu boleh dan dianjurkan. Ide tidak mengenal jenis kelamin dan tidak mengenal kelas sosial. Kontestasilah ide dan gagasan, itu salah satu untuk mengcounter bahwa perempuan itu lemah dan tidak mampu, hal ini yang akan mengubah image bahwa perempuan itu tidak lemah.” Jelas Arie.

Bagi Ari politik itu tidaklah kaku, perempuan akan mampu membuat dinamika politik tidak mencekam atau baku hantam. “Buatlah berpolitik itu semakin humanis. Partai dalam sistem demokrasi itu dibutuhkan, hanya dari partai lah suara kita didengar pemerintah. Jangan mengeksploitasi dengan agama dan identitas tertentu, jangan sampai ada yang mematikan, jangan sampai kemenangan mengahancurkan sebuah kemanusiaan. Karena pertarungan ide bukan pertarungan otot, maka di sinilah perempuan harus ditampilkan.” Tambah Arie.

Zunly Nadia sebagai panitia penyelenggara Ngaji Politik menyampaikan bahwa acaranya berhasil dilaksanakan, acara ini dihadiri oleh berbagai perwakilan mahasiswa, berbagai aktivis perempuan, peserta dari KPI, Aliansi perempuan Sleman, perwakilan IPPNU serta Muslimat NU dan lain-lain.

“Respon dari peserta sangat bagus, Insyaallah PW Fatayat DIY akan mengadakan kembali seri pendidikan politik bagi perempuan dalam waktu dekat  di beberapa pesantren juga lembaga pendidikan lainnya di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta.” Kata Zunly yang juga pengurus Bidang Hukum, Politk dan Advokasi PW Fatayat NU DIY. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here