Sebuah Catatan Kegiatan Khotimatul Husna, Ketua PW Fatayat NU DIY.
Saat kami datang ke pesantren, semua santri sedang bercengkerama di sore yang mendung. Kami saling bersalaman dan bertegur sapa. Kedatangan kami disambut dengan sukacita oleh pembina pesantren, Bunda Shinta.
Begitu memasuki waktu maghrib, seorang santri dengan logat khasnya mengumandangkan adzan dg suara menggema karena tanpa pengeras suara. Lantunan puji-pujian disuarakan dengan langgam jawa yg kental di ruangan yang tidak begitu luas.
“Ayo segera ambil wudlu,” begitu perintah Bunda Shinta kepada para santrinya. Semua segera mengambil wudlu dan siap memasuki ruangan tempat sholat berjamaah. Sesak dan berjejallah ruangan oleh para santri yang berjamaah. Terharu, itulah perasaan pertama yang muncul dalam hati saya.
Saya pribadi merasa bahagia bisa belajar bareng bersama santri waria ini. Ngaji kami awali dengan amaliyah dzikir dan shalawat, semua santri bersemangat. Mereka duduk rapi mendengarkan kajian dan menimpali spontan jika ada yg ingin disampaikan. Gayeng sekali ngaji bareng bersama mereka. Mereka sungguh-sungguh ingin belajar agama dan ingin dekat dengan Tuhannya. Tak terasa, waktu beranjak malam, kajian diakhiri dengan shalat Isya’ berjamaah dan makan bersama.

Terkadang hasud dan dengki di hati manusia banyak menanamkan prasangka kepada orang lain yg tidak “sama” dengannya.
Waria juga manusia yg mestinya “dicintai”
dan diperlakukan sebagai manusia. Mereka juga makhluk Allah yang punya tugas
sama, yakni untuk mengabdi dan menjadi “wakil Tuhan/khalifah” untuk
membawa kemaslahatan di muka bumi. Pandanglah mereka dengan ‘ainur rahmah, maka
kita akan menghargai proses mereka manjadi lebih baik, bukan sebaliknya justru
memusuhi dan mengadili mereka.
Sang bijak bestari mengatakan, “Mencintai Tuhan adalah mencintai semua dan
segala ciptaan-Nya.”
Kajian rutin agama ini diselenggarakan atas kerjasama PW Fatayat NU DIY dan Pesantren Waria Al Fattah.
Yogyakarta, 16 Februari 2020