Oleh: Risyanto, santri Pesantren Diponegoro Sleman.
18 Juli 2008, Diponegoro-Jogja menjadi tanah kelahiran kedua. Aku menemukan keluarga baru, Yayasan Pondok Pesantren Pangeran Diponegoro. Memberiku dan mengajariku banyak hal, dari tidak bisa dan tidak tahu apa-apa menjadi bisa dan tahu apa-apa.
Semua hal yang ada di sini adalah kebaikan, sumber mata air keteladanan yang terus mengalir dari setiap individu yang ada di sini. Terlebih dari Pak Kyai dan Ibu Nyai yang selalu sabar membimbing mengasuh kami.
Sehari dua hari awal di pondok shalat berjamaah bersama dengan puluhan santri lainnya yang diimami langsung oleh Pak Kyai, terkadang selesai shalat pas doa aku selalu tak lepas memandang wajah beliau yang tegas tapi menyejukkan dalam hati aku selalu berucap, “Ya Allah ternyata di dunia ini tak kurang orang baik, beliau bukan siapa-siapaku tapi bersedia dengan iklas mengurusi kami santri sebanyak ini, makan minum tidur ngaji dengan cuma-cuma. Ya Allah semoga Engkau selalu memberkati beliau, sehat selalu panjang umur”.
Hadir sesi makan bersama pun begitu ada Bu Nyai yang selalu bersabar meracik menu terbaik untuk kami santri-santri terbukti dengan arahan dan racikan menu dari Bu Nyai makanan yang dihidangkan pun hanya ada dua kategori, enak dan enak banget.
Banyak hal yang terpotret dalam ingatanku di sini, yang jika aku tuliskan mungkin menjadi sebuah buku. Satu hal yang selalu terulang dan mungkin lucu adalah kami santri-santri di sini baik yang baru atau yang agak lama tidak tahu nama asli Bu Nyai, yang kami tahu adalah Bu Syakir karena dari Pak Kyai, KH. Syakir Ali.
Aku sendiri membutuhkan waktu hampir setengah tahun untuk tahu nama asli Bu Nyai. Ya Ibu Nyai Hj. Mardliyah begitu nama beliau, ibu ku, ibu kami, ibu kita bersama. Sebenarnya berat untuk men-klaim beliau hanya ibu ku, tidak, beliau adalah ibu kita bersama, beliau tidak pernah membedakan santri satu dengan lainnya, beliau selalu menumpahkan kasih sayangnya sama rata bahkan dengan gus dan ning putra putri beliau.
Alhamdulillah,…..setelah sekian tahun di pondok aku dan salah seorang kawan ku dipercaya menjadi ‘anak buah’ ibu di DPR-D (Dapur Diponegoro) bertugas membeli bahan keperluan dapur untuk santri-santri, setiap pagi ibu selalu menulis bahan apa saja yang harus dibeli, dan yang tak terlupa adalah ibu selalu pesen “le….ojo lali yo beli sop-sop an sama tetelan”.
Beberapa kali juga aku dan kawan ku diajak ‘nderek Ibu Nyai dan Pak Kyai dan sering satu mobil, di situ aku tahu bahwa beliau pasangan yang romantis, sering melempar jokes lucu nan so-sweet kami terkadang hanya senyum-senyum ikut merasakan bahagia dengan jokes-jokes itu.
Tapi kemarin 02.02.2020 pukul 02 pm, beliau Ibu kami, teladan kami, panutan kami dipanggil oleh Allah, beliau meninggalkan kami untuk selama-lamanya, kesedihan menyelimuti kami, langit jogja pun seakan ikut bersedih dengan gerimis seolah mengiringi, melepas kepergian Ibu Nyai, sumber mata air keteladanan kami.
Aku yakin beliau khusnul khotimah, ditempatkan di sisi terbaik-Nya, di Surganya Allah….amiin.
Alfatihah……
Jogja, 3/02/20, 03:20.