Hj Walijah Pelopor Mimpi ke Tanah Suci Penulis

Oleh: Hj. Rini Dwi Hastuti, M. Pd

Fatayatdiy.com – Siapa yang tidak mengenal Nyai Hj. Walijah almarhumah di lingkungan Pondok Pesantren Se-DIY. Seorang ibu yang mempunyai kebiasaan unik dan langka. Tidak semua istri berhasil memahamkan peran sosialnya kepada pasangan hidup dalam berperan ganda disegala bidang. Kyai Sukirman merupakan sosok suami tanpa cacat dimata penulis. Siap membuatkan teh manis ketika ada tamu, baik itu tamu istri, anak dan menantunya. Siap 24 jam siaga membantu menjaga anak-anak dan cucu, langkanya ia juga siap menjadi penolong siapa saja yang bermuamalah dengannya tanpa melihat waktu, jasa dan keadaan.

Ibu enam anak yang jarak kelahiran mereka tidak berselang jauh. Dua perempuan hafizhoh dan empat laki-laki dua hafizh dan dua alumni pondok pesantren kitab. Enam putra yang sekarang sudah bertitel sarjana dan bahkan satu putrinya sudah bergelar master Bahasa Inggris, dosen STIQ An-Nur Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul DIY.

Kemampuan seorang ibu mengelola waktu, membagi rasa antara tetap kuat menjadi pelayan umat atau hanya mementingkan urusan satu jiwa dan keluarga. Pelaksanaannya tidak sederhana. Banyak hal yang penulis belum sempat kumpulkan. Jamaah menuntut waktu 30 jam dalam hidupnya itu nyata. Tanpa dirasa, hingga terkadang capek, deman, pusing dan rasa papa hilang. Hanya bermodal semangat baja dengan memberi sedikit cahaya mengajari cara mengenal agama agar hidup kian bermakna.

Pondok Pesantren AlBarokah Puteri yang beralamat di Wonopeti Galur Kulon Progo DIY merupakan jariyahnya. Kini dilanjutkan pengelolaannya oleh putra dan putrinya yang semua sudah berkeluarga. Perjuangan awal mengajak para ibu untuk mau berkumpul belajar sholat, belajar alif ba ta’ agar bisa membaca Al-Qur’an hingga akhirnya anak-anak mereka juga ikut mengaji sulit dikisahkan dramanya.

Hj. Walijah dan Sukirman mempunyai empat putra dan dua puteri, yaitu Toyib Arifin, Misbakhul Munir, Fatakhul Huda, Malikhah, Mujawazah, dan Arwani Sholeh.

Semua sudah menikah dan mempunyai tujuh cucu. Cucu dari Toyib Arifin dan Nuzul Laila adalah Farisa Mayadin dan Qonita Hanun, dari Misbahul Munir dan Khotimah Sa’adah adalah Muhammad Ilham Izzul Mutho, Nasim Chasan Sya’bani, dan Ahmad Muharrik Jirjisa, dari Fatahul Huda dan Ai Nahida adalah Muhammad Faza El-Fata, Elma Chalisa El-Fata dan Salman Daris El-Fata.

Program bimbingan rutinan pengajiannya sewaktu masih hidup terbagi menjadi dua kelompok besar, satu rutinan bertempat di PP. ALbarokah, Masjid atau mushola dan rutinan yang bertempat di rumah jamaah. Pengajian senin siang di aula PP.Al-barokah, malam kamis pahing di Masjid As-Surur Bapangan, rabu wage siang setelah duhur dan malam selasa wage di Masjid Al-Barokah Darsowijayan. Khusus di Masjid Darsowijayan malam selasa ini setelah simaan dua juz dilanjutkan dengan pengajian yang diisi rutin oleh Kyai R. Humam Bajuri dari Siliran.

Rutinan yang bertempat di rumah jamaah antara lain: siang jam 13.00-15.00 yaitu sabtu pon di rumah Suroto Potrowangsan, minggu wage di rumah Pardi Patuk lor, minggu kliwon di rumah almarhum mbah kaum Patuk lor, jumat wage di rumah Rondiyah Pendekan, rabu pahing di rumah Khozin Wonopeti, senin wage di rumah Rohmah Potrowangsan. Malam jam 19.30-21.00 yaitu: jumat legi di rumah Zuhara Bapangan dan malam selasa keliling bergantian dari rumah ke rumah untuk jamaah Bapangan. Khusus malam rabu pon dan rabu pahing di rumah Suwartini Wonopeti, rabu kliwon di rumah Atun Wonopeti, dan rabu legi bertempat di aula PP. Al-Barokah permintaan Maryati ( Dul Aziz) Derpoyudan.

Selain itu keunikan Nyai Hj. Walijah adalah pada olahan istimewa hasil ramuan bumbu buatannya yang hingga kini resepnya belum diturunkan. Olahan khasnya adalah sayur gudek gori, gudek manggar, dan buntel daun pepaya isi kelapa muda. Langkanya dia akan rela membuatkan baik secara resmi diminta atau tidak, secara cuma-cuma pada beberapa acara khaul atau khataman sebagai salah satu hidangan prasmanan bagi semua tamu kyai di pondok pesantren yang ia kenal baik pengasuhnya. Olahan khasnya akan dicari bila tidak ada di jamuan prasmanan pondok pesantren, terkhusus almamaternya Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul.

Sebagai santri putri pertama yang selesai mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an kepada K.H. Nawawi Abdul Aziz. Wajar bila ia layak menjadi contoh dan suri tauladan. Bermodal keyakinan tinggi bahwa penjaga al-Qur’an akan dicukupi kebutuhan dunianya oleh Allah SWT ada dalam dadanya. Putera pertama lahir pada tahun 1980 khatam hafal al-Qur’an di pondok yang sama dengan ibunya. SLTA lolos belajar di Kairo Mesir. Keadaan ekonomi yang tidak pasti tetap menjadikan santri dari Indonesia ini tidak lengah dalam menjaga hafalan al-Qur’annya.

Perjuangan seorang ibu sejak dalam kandungan semua anaknya dengan bahagia dibawa kemana-mana untuk simaan. Berkumpul dengan sesama hafizhoh agar tetap bisa saling memperdengarkan bacaan hafalanya secara rutin. Bergiliran pindah dari satu rumah kerumah yang lain. Berjalan kaki, bersepeda, menyewa kendaraan, hingga berhimpitan menggunakan kendaraan umum adalah hal yang biasa.

Disiplin waktu yang tinggi dan keyakinan serta usaha untuk mendapatkan doa dan restu dari guru-guru dan keluarganya merupakan salah satu kunci keistiqomahan yang tidak bisa ditiru. Seni komunikasi sudah ia dapatkan. Dibuktikan dengan kemampuannya merangkul semua kalangan. Pengajian rutin setiap senin siang adalah keberhasilan tertingginya. 48 anggota jamaah berhasil mendaftar umrah dan haji. 11 khusus umrah dan 37 pendaftar kursi haji dari mereka para jamaah yang awalnya tidak berani bermimpi bisa menyempurnakan rukun Islam yang kelima.

Salah satu catatan langka keberhasilannya adalah membantu anggota jamaahnya menabung untuk menunaikan ibadah haji. Menghadirkan seketika uang dua puluh lima juta untuk mendaftar kuota kursi haji pada tahun kedepan merupakan hal yang mustahil dilakukan. Selain tabu hal ini juga sangat langka karena sempitnya pengertian akan arti mampu menjalankan rukun Islam yang kelima.

Hal yang lumrah umumnya seperti menjual tanah untuk membangun rumah, mencari pinjaman hutang untuk membeli kendaraan roda empat dan lain sebagainya. Tapi baginya bercita-cita atau mempunyai azam yang kuat untuk bisa naik haji adalah sesuatu yang sangat mungkin. Ini terbukti nyata. Memanfaatkan pertemuan rutin mingguan. Rutinan senin siang dimanfaatkan optimal secara periodik jamaah yang hadir dimotivasi membawa tabungan haji sejumlah rupiah semampunya untuk dijadikan catatan arisan umrah dan haji.

Nyai Hj. Walijah gaya bicaranya apa adanya, tanpa basa-basi, cenderung spontan, tegas dan bernada. Anggota jamaah dan yang mengenalnya, memakluminya. Puterinya bercerita “ada yang sangat dekat dengan ibunya melebihi anak kandungnya, ia pasti meminta saran pertimbangan pada hal sekecil apapun dalam hidupnya”. Kedekatan guru, dan murid yang tanpa batas waktu dan usia merupakan kelebihan dari pendidikan asli khas Indonesia. Kehadiran pondok pesantren bukan utama, tapi keberadaan seorang kyai dan atau nyai yang mampu beradaptasi menempatkan diri menjadikan ia dibutuhkan di masyarakatnya itu hal pokoknya.

Saat ini muncul fenomena hadirnya aneka boarding school yang menempatkan siswa mukim menetap 24 jam di sekolah dengan sistem asrama. Ada guru, ustad dan santri senior yang secara rutin berpiket menjaga dan menemaninya. Semua proses pembelajaran hampir sama. Hanya satu yang berbeda tidak adanya tokoh kyai atau nyai yang menjadi simbol atu ikon lembaga pendidikan itu. Semua formalitas pendidikan umum secara admintrasi. Hal yang berbeda adalah sistem kekeluargaan, dan kurikulum individualnya serta peran masyarakat sekelilingnya

Kisah awal pejuang agama Islam hampir sama di manapun. Cerita deritanya. Ditolak, dilecehkan, dan dicurigai. Karena umumnya mereka bukan dari berasal dari kalangan kaya raya. Bermula dari menyebarnya agama Islam di Nusantara, mulai berdirinya pondok pesantren, hingga lahirnya organisasi Nahdatul Ulama (NU). Tradisi menjadi pelayan masyarakat dalam penguatan ideologi agama Islam praktikan yang paling sederhana tetap terjaga perkembangannya. Semua santri mempunyai rasa berkewajiban mengamalkan ilmunya. Masyarakat sekitar adalah saksi hidupnya. Bagaimana perjuangannya memperhatikan urusan terkecil sampai urusan terbesar seperti perjodohan dan lain sebagainya.

Semua generasi merasa sangat kehilangan sosok penyayom di Kapanewon Galur, tepat pada ahad kliwon 20 desember 2020 ia meninggalkan semua jariyahnya untuk diteruskan oleh kaum muda. Kiriman doa dan usaha terbaik untuk melanjutkan semua jariyahnya adalah mimpi terbesarnya.

Demikian Hj Walijah Pelopor Mimpi ke Tanah Suci Penulis. Semoga bermanfaat

1 COMMENT

  1. Catatan kecil tentang jutaan perempuan Indonesia yang fenomenal. Sumonggo mari kita belajar menulis kiprah inspiratif para perempuan keren di sekitar kita. Bismillahirrahmanirrahim.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here