Fatayat NU DIY merupakan organisasi perempuan yang selain konsen dalam hal isu isu perempuan juga menaruh perhatian khusus dalam hal Perdamaian Indonesia dan dunia. Perempuan berdaya adalah buah dari perempuan yang bahagia, dijamin hak haknya, dilindungi kepentingan kepentingannya, serta diperlakukan dengan penuh cinta.
Kamis, 24 Desember 2020 PW Fatayat NU DIY menggelar acara refleksi akhir tahun, dengan menghadirkan pembicara yang luar biasa kiprahnya dalam isu pemberdayaan perempuan, yakni Dr. Nur Rofiah Bil. Uzm. Beliau adalah Dosen Parcasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an Jakarta sekaligus adalah Pengurus LKK PBNU. Refleksi akhir tahun kali ini mengambil tema Perempuan Berdaya, Berkarya, dan Melek Media.
Mba Rindang Farihah sebagai wakil ketua yang membawahi bidang pengkaderan menyampaikan bahwa, di bidang pengkaderan, Fatayat NU perlu melakukan regenerasi, mengoptimalkan potensi kader. Hal ini diperlukan karena kader Fatayat sebenarnya memiliki jaringan yang beragam, potensi yang beragam, seperti : dakwah, hafidzoh, perlindungan perempuan dan anak, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Mba Maryam fithrihati, sebagai wakil ketua yang membawahi bidang keorganisasian dan kelembagaan, menyampaikan bahwa penting sekali melakukan peningkatan SDM dalam menginisiasi, menjalankan, dan mengevaluasi setiap program dari PW Fatayat NU DIY.
Dalam bidang Keorganisasian dan kelembagaan : Fatayat NU DIY telah melaksanakan kurang lebih 300 an kegiatan yang sangat menguras tenaga dan pikiran, dan tentu saja dengan hasil luar biasa yang kita rasakan saat ini. Ini semua adalah buah dari kerja keras Mbak Nyai Khotimatul Husna dan jajarannya yang memiliki energi luar biasa dalam menggerakkan organisasi. Terbentuk PAC dan pimpinan anak ranting yang belum pernah dilakukan pada masa masa sebelumnya. Dan ini adalah prestasi yang luar biasa.
Kegiatan turba sangat penting, karena selain untuk menjalin silaturahmi, turba juga sebagai media untuk menjaring potensi potensi yang muncul di tingkat PAC ataupun Anak Ranting.
Pembentukan Garfa, lahir di DIY, yang kemudian diakui secara nasional oleh PBNU. Garfa sebagai bagian dari Fatayat NU dan satu satunya dalam struktur kelembagaan yang resmi dan berbadan hukum.
Pengkaderan yang telah dilaksanakan di PW Fatayat NU DIY diantaranya adalah LKD, TOT, Diklat garfa adalah salah satu cara untuk menjaring kader fatayat.
Yang menjadi PR Bersama adalah melaksanakan Pelatihan Kader tingkat Menengah, meski secara online, jika memang tidak memungkinkan.
Mba Mustaghfiroh Rahayu, sebagai wakil ketua yang membawahi bidang toleransi dan perdamaian, menyampaikan tentang radikalisme, dan perdamaian ; peran fatayat NU DIY dalam mengawal perdamaian dan menjaga NKRI; peran fatayat melalui media dalam menjaga perdamaian.
Salah satu capaian hingga sejauh ini yang kita rasakan adalah bahwa PW Fatayat NU DIY berhasil membuat kader kader Fatayat yang pede dan bangga menjadi Fatayat NU. Anggota Fatayat memang ternyata sangat membanggakan. Respon Fatayat terhadap isu perdamain: bidang sosial dan litbang: banyak sekali aktivitas aktivitas positif yang lain.
Dalam bidang media Fatayat NU adalah organisasi yang membanggakan, yang kemudian menjadi gemuk, dan dalam prosesnya, semakin besar organisasi akan semakin kencang juga anginnya. maka Fatayat NU harus siap untuk menghadapi tantangan masa depan. Kader Fatayat NU juga wajib untuk banyak belajar tentang bagaimana bermain cantik bukan hanya sebagai bumper tetapi sekaligus sebagai kreator, karena kita ini adalah pelaku perdamaian, pasti kemudian akan dihantam oleh pihak pihak yang melancarkan aksi intoleransi.
Mba Dewi Zulaikha, sebagai wakil ketua yang membawahi bidang Dakwah dan ekonomi menyampaikan bahwa, Kondisi ekonomi masa pandemi tentu saja membuat kita berada dalam keadaan yang sulit. Apalagi peran perempuan adalah sebagai aktor penting dalam hal ketahanan pangan keluarga. Pemberdayaan ekonomi adalah cara untuk pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan ekonomi yang akan membuat Fatayat NU berdikari, berdedikasi, serta menjadi penguat ekonomi dalam tingkatan paling kecil yakni keluarga. Oleh karena itu peningkatan kompetensi, kreatifitas, kecerdasan emosional perempuan perlu untuk terus dikembangkan. Pemberdayaan ekonomi adalah cara untuk pemberdayaan perempuan. Dengan pemberdayaan ekonomi perempuan, maka kita akan menjadikan perempuan perempuan kader Fatayat NU yang mandiri, cerdas, dan pandai menangkap peluang demi keberlangsungan ekonomi keluarga. Perempuan berdaya adalah buah dari perempuan yang bahagia, dijamin hak haknya, dilindungi kepentingan kepentingannya, serta diperlakukan dengan penuh cinta.
Di bulan ramadhan, kader kader Fatayat NU yang memiliki kemampuan ubudiyah, telah mengaktualisasikan dirinya menjadi daiyah. Kegiatan tersebut menjadi bukti bahwa kader kader potensial Fatayat NU adalah juga seorang pemikir dan pemerhati keilmuan yang mumpuni. Menularkan ilmu dan pemahaman agama yang benar sesuai ajaran para ulama dan paham aswaja penting untuk didengungkan oleh kader fatayat NU sebagai bentuk dakwah demi kemashlahatan umat. Daiyah Fatayat NU menjadi penyeimbang terhadap derasnya arus informasi yang keliru terutama di media sosial. Dalam menerima informasi di media sosial, jika tidak berhati hati, masyarakat sangat bisa di arahkan, dimanfaatkan, bahkan dipolitisasi oleh pihak pihak yang tidak bertanggungjawab.
Dalam pemaparan materinya, Dr Nur Rofiah menyampaikan bahwa, kondisi kekinian terkait isu isu perdamaian, intoleransi, strategi apa yang pas untuk satu tahun ke depan. Fatayat NU harus cerdas menangkap isu isu sosial yang terjadi mulai dari tingkatan akar rumput hingga pihak penentu kebijakan. Hal tersebut dapat dengan cara menginisisai program yang memang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pemberdayaan perempuan, dengan konsep : masyarakat butuh apa, pelayanan kita apa.
Dewasa ini, lembaga perempuan jika tidak memposisikan diri dengan baik, maka justru akan memungkinkan terjadinya pemantik marginalisasi sehingga perempuan hanya mengurusi bidang itu itu saja (konsumsi, snack, bersih-bersih, dll) padahal perempuan juga memiliki daya dan karya di bidang bidang lain yang setara dengan laki laki. Dengan demikian keadilan gender perlu terus diperjuangkan terutama oleh organisasi organisasi perempuan seperti Fatayat NU.
Mendudukkan perempuan sebagai tiga hal dibawah ini; yang ketiganya harus menjadi perhatian khusus, yakni :
- Perempuan sebagai pihak yang memaknai isu perempuan ( terutama yang berkaitan dengan pengalaman khas perempuan, yang tidak dialami oleh laki laki yakni, pengalaman khas biologis sperti : menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, menyusui; dan pengalaman khas sosial seperti : stigmatisasi, sub ordinasi, marjinalisasi, kekerasan, dan beban ganda )
Contoh kasus : pemetaan kebutuhan pada saat kita akan mengirimkan bantuan kemanusiaan saat terjadi bencana, sesuatu yang dianggap bahan pokok kadang mengabaikan kepentingan khas perempuan. Banyak sekali yang beranggapan bahwa bahan pokok terutama yang dibutuhkan saat bencana adalah sembako, mereka lupa bahwa perempuan mebutuhkan bahan pokok yang berbeda dalam kondisi kondisi khasnya. Bahan pokok bagi perempuan bisa jadi adalah kebutuhan yang tidak bisa disamakan dengan laki laki, karena laki laki tidak mengalaminya. Yang dianggap bahan pokok oleh perempuan saat sedang menstruasi adalah pembalut, dalam kasus ini, perempuan yang sedang menstruasi tentu akan memilih pembalut dari pada nasi bungkus pada saat kondisi darurat.
sedangkan contoh stigma negatif yang dialami perempuan diantaranya adalah : perempuan selalu menjadi pihak yang disalah salahkan. Tidak bisa menjaga anak dengan baik, tidak bisa berhemat, dan masih banyak lagi, yang stigma negatif tersebut tidak melihat terlebih dahulu bagaimana kondisi perempuan yang sebenarnya.
- Perempuan sebagai pihak yang memahami level kesadaran kemanusiaan perempuan;
Perempuan adalah manusia yang disamakan hukum perlakuannya dengan laki laki. Dalam kenyataan yang terjadi sekarang, pengambilan keputusan publik selalu menjadikan ukuran yang tidak ramah perempuan. Laki laki menjadi standar, sedangkan laki laki tidak mengalami sakit yang teramat sangat sebagaimana yang dialami perempuan dalam pengalaman khasnya. Jadi, pengambilan keputusan akan sesuatu yang penting perlu mempertimbangkan kondisi kondisi dimana perempuan mengalami rasa sakit sebagai ciri khas nya yang itu tidak dirasakan oleh laki laki.
Bersikap adil, tidak berarti sama, tetapi memberikan ruang gerak yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perempuan, sehingga mereka bias berdaya, berkarya, dan menjadi luar biasa.
- Perempuan sebagai aktor perubahan, terlibat dalam terobosannya, implementasinya, evaluasinya
Arah gerakan Fatayat NU sebisa mungkin adalah inisiasi tentang : agar tidak bersifat reaktif, : orang perlu apa? Fatayat NU akan hadir untuk melayani dan memberi solusi.
Lalu bagaimana organisasi perempuan dapat mengimplementasi perlindungan perempuan, hal ini tentu menjadi proses yang panjang dan melalui internalisasi yang terus menerus. Kesadaran terendahnya minimal adalah gerakan perempuan mampu memperhatikan kondisi khas perempuan, sehingga kepentingan, kebutuhan, dan perlindungan perempuan dapat terarah dan terealisasi.
Tantangan zaman
Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi serta globalisasi semakin berdampak di segala sendi kehidupan. Namun apapun keadaanya, perempuan akan tetap berdaya dan berkarya dengan berdasar pada konsep : yang paling bermanfaat adalah yang kontribusinya paling banyak. Dan yang paling bermanfaat pula adalah yang berhasil menjadi dirinya yang terbaik.
Sekali lagi, perlindungan hak-hak perempuan penting agar perempuan terbebas dari budaya patriarki ( yakni sebuah sistem sosial yang menempatkan laki laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak social, dan penguasaan properti ).
Perempuan yang bahagia, menjadikan dunia semakin indah dan berwarna.
(nurlaily f)