Pengurus Lembaga Konsultasi, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) PW Fatayat NU DIY melaksanakan pelatihan virtual dengan tema “Menjadi Konselor sebaya, Kenapa Tidak?”. Pelatihan ini berlangsung pada kamis 5 agustus 2021, pukul 13.00 sampai dengan pukul 16.30 dengan melibatkan pengurus LKP3A PC Fatayat NU Gunungkidul, dan santri putri di Pondok Pesantren Darul Qur’an wal Irsyad Wonosari. Sebanyak 38 santri putri Pondok Pesantren darul Qur’an mengikuti pelatihan ini dari awal sampai akhir acara. Dalam sambutanya, Ibu Nyai Hj. Wardah Nawawi selaku Pengasuh menyampaikan ucapan terimakasih kepada PW Fatayat NU DIY yang telah melaksanakan kegiatan ini di Pondok Pesantren Darul Qur’an. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat penting agar santri putri dapat memahami konsep kesetaraan gender dengan baik untuk kemudian dapat mengimbaskan kepada santri yang lain. Peserta yang mengikuti kegiatan kali ini, diharapkan mengembangkan pemikiran bagaimana agar kita bisa bermanfaat untuk orang lain.
Ibu Nyai Hj. Wardah Nawawi juga menyampaikan bahwa, Pondok pesantren Darul Qur’an selalu siap bersinergi dengan NU baik Struktural maupun kultural, Darul Qur’an bahkan dapat dianggap sebagai rumah NU, sebab ini merupakan salah satu bentuk Khidmah kepada NU.
“Dengan adanya kegiatan seperti ini, semoga akan menjadi washilah keberkahan dan keselamatan di dunia dan di akhirat “ jelas Ibu Nyai Hj. Wardah Nawawi.
Bertindak sebagai narasumber dalam pelatihan ini adalah Ibu Nyai Rindang Farichah, wakil ketua PW Fatayat NU DIY. Dengan fasilitator sahabat Ani Rufaida, pengurus LKP3A Fatayat NU DIY. Acara berlangsung lancar dengan antusiasme yang tinggi dari santri putri pondok pesantren Darul Qur’an. Grup diskusi berlangsung aktif dan partisipatif.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa santri bertanya dengan kritis mengenai transgender (Ratu Sheba);Bagaimana seharusnya bersikap saat budaya setempat yang sudah mandarah daging yang mengatakan bahwa kodratnya perempuan adalah lekat dengan pekerjaan domestik, tidak perlu sekolah tinggi tinggi, dan tidak perlu keluar rumah (Apprilia); Bagaimana upaya perlindungan terhadap terhadap pelecehan seksual yang sering terjadi, sedangkan korban tidak punya bukti fisiknya(Silvia).
Sesi diskusi juga berjalan dengan baik. Para santri diminta untuk membentuk empat kelompok, untuk kemudian menganalisis permasalahan di lingkungan terdekat mengenai pelecehan seksual atapun perlakuan yang tidak mengenakkan berkaitan dengan kekerasan secara mental. Mereka mendiskusikan dan mempresentasikan kasus pelecehan seperti apa yang pernah ditemui di lingkungan terdekat, Siapa pelakunya, Langkah apa yang dilakukan ketika menemui kasus tersebut, dan Jika santri dihadapkan sebagai teman korban, apa yang akan di lakukan. Dalam sesi diskusi ini santri santri cukup antusias dan sangat partisipatif.
Diakhir sesi, sahabat Ani Rufaida menyampaikan pentingnya para santri memahami permasalahan permasalahan yang sering dihadapi oleh perempuan, untuk kemudian mengambil langkah langkah strategis, memiliki argument yang baik dan tepat, kemudian menunjukkan bukti bahwa perempuan juga bisa memiliki keunggulan sebagaimana yang dimiliki oleh laki laki, karena pada dasarnya Islam menyatakan bahwa laki laki dan perempuan itu setara. Setelah memahami konsep tersebut, para santri diharapkan untuk mampu menjadi tutor sebaya, dengan memberikan support, dukungan, tanpa penghakiman terhadap korban kekerasan, serta mampu mempraktekkan prinsip prinsip pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan di lingkungan terdekat.
(nurlaily f)