LAYLA-MAJNUN 5
Oleh: KH. Husein Muhammad
Sementara Qais di Makkah, ayah Layla pusing tujuh keliling melihat anaknya yang tiap hari mengurung diri di kamar. Tak ada cara lain untuk mengatasi keadaan itu kecuali menikahkannya. Singkat cerita, Layla akhirnya dinikahkan ayahnya dengan laki-laki lain, tanpa dia sendiri menyukai apalagi mencintanya. Tetapi ia menerima laki-laki pilihan ayahnya itu tanpa bisa menolaknya. Tradisi yang mengakar di sana akan menghukum anak perempuan, bila ia menolak pilihan orang tua. Tradisi di banyak tempat di dunia sejak zaman klasik, dan selama berabad-abad juga tak membenarkan perempuan menolak kepentingan ayah. Demikian pula pandangan keagamaan yang menegaskan “hak Ijbar” (hak memaksa) ayah atas anak perempuannya untuk menikah dengan pilihan ayah atau kakeknya yang disebut sebagai wali mujbir. Bahkan dalam banyak kasus, anak perempuan gadis dinikahkan ayahnya tanpa sepengetahuan sang anak.
Dalam konteks ini perempuan seperti tak punya hak atas tubuhnya sendiri. Tubuh dan kehendak perempuan diatur dan didefinisikan oleh laki-laki. Jika tidak ada ayah atau kakek, ia dinikahkan oleh adik atau kakak laki-lakinya. Ibu tak bisa menjadi wali, meskipun dia seorang sarjana dan menghidupi anak-anaknya. Ya perempuan di banyak tradisi dalam keadaan apapun tak punya hak atas tubuh, jiwanya dan hidupnya sendiri. Bila perempuan itu masih gadis/lajang, ia berada di bawah kekuasaan ayah atau kakek, yang disebut wali mujbir. Bila ia menikah ia berada di bawah kekuasaan suami.
Hati dan pikiran Layla terguncang hebat. Tiap malam ia menangis dan luka hatinya semakin dalam. Ia tak ingin bahkan tak rela tubuhnya disentuh laki-laki selain Qais, kekasih hatinya, meski ia suaminya.
Bersambung
24.02.2020