Penguatan Pendidik dan Santri di Pesantren untuk Pencegahan & Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak: Program Lingkar Pesantren.

Oleh : Ani Rufaida

Dalam Islam perempuan sebagai ciptaan dan hamba Allah diakui kedudukannya sebagai manusia setara dengan laki-laki. Perempuan juga sebagai kholifah fil ardl mempunyai tugas yang sama untuk menjalankan tugas kepemimpinan di muka bumi. Perempuan dan laki-laki sama mendapat pahala dan surga bila melakukan kebaikan, begitu pula sebaliknya bila melakukan ma’siyat akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Dengan demikian, tidak ada alasan pembenaran untuk mendiskriminasikan perempuan karena jenis kelaminnya.

Demikian anak-anak dalam Islam, bahwa anak punya prioritas dalam agama dan berhak mendapatkan kasih sayang dan perlindugan di dalam Islam. Nilai dan ajaran Islam mengajarkan jangan meninggalkan generasi yang lemah sebagai penerus. (Surat Annisa, Ayat 9). Manusia sebagai khalifah perlu memberikan kasih sayang terhadap anak –anak demikian juga menghormati yang tua. Perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang mendapat perhatian besar dan perlindungan oleh Nabi Muhammad Saw. (LKP3A 2021)

Akan tetapi pada kenyataanya masih banyak perlakuan diskriminatif yang terjadi baik terjadi secara kultural, dan structural. Diantara diskriminasi secara sosial yang terjadi pada perempuan yakni subordinasi, marginalisasi, tindakan kekerasan (violence), double burden, stereotip. Bahkan secara biologis, pengalaman khas perempuan berupa menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, menyusui juga sering dipandang remeh dan perempuan distigma sebagai yang lemah justru karena pengalaman biologis ini. Demikian juga dengan anak-anak, seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil karena ketidakberdayaannya. (LKP3A 2021)

Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam catatan tahunan yang dirilis oleh Komisi Nasional Perempuan tahun 2020 sebanyak 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan, dimana kasus  yang paling menonjol adalah di ranah pribadi atau privat, yaitu KDRT dan Relasi Personal, yaitu sebanyak 79% (6.480 kasus). Terdapat 319 kasus kekerasan yang telah dilaporkan semasa pandemi. Dua pertiga dari angka tersebut merupakan kasus KDRT. (Catahu Komnas Perempuan 2020).

Agama dan budaya dalam konteks ajaran menjadi nilai yang dipegang ummatnya, namun tidak sedikit agama dan ajaran Islam memiliki tafsir yang mendeskriditkan perempuan. Sehingga penting memaknai tafsir yang ramah dan adil terhadap perempuan. Peluang-peluang ini sangat mungkin dibangun mengingat banyak tokoh agama yang memiliki keberpihakan terhadap perempuan untuk mengajarkan Islam yang memiliki perpektif keadilan dan kesetaraan gender. Sehingga upaya –upaya menggandeng tokoh agama baik kalangan masyarakat maupun pesantren menjadi langkah yang dipandang strategis.

Sebagai organisasi masyarakat yang terlahir dari basis agama, Fatayat NU memiliki peran yang strategis dalam mengembangkan pendidikan gender di kalangan pesantren. Hal ini tak lain karena banyak dari anggota Fatayat lahir dari kelompok pesantren dimana ini menjadi kekuatan untuk mengembangkan sistem sosial dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA). Selain itu nilai-nilai keislaman yang adil gender  dapat digunakan sebagai pendekatan spiritualitas dalam melakukan pendampingan.

Tantangan pendampingan KTPA selama ini masih dianggap berat, hal ini karena kasus KTPA masih dianggap privat. Maka memberikan memberikan informasi terkait upaya pencegahan dan penangana kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi penting. Hal ini dilakukan supaya   korban mendapatkan support system yang baik dalam penanganan kasus. Maka penting membangun jejaring di pesantren untuk mengembangkan model pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di pesantren.

Dalam hal ini maka memerlukan strategi dalam menjalankan program di pesantren, pertama penguatan kapasitas dalam rangka memberikan pengetahuan kepada santri dan pendidik untuk meningkatkan pemahaman yang adil gender selanjutnya penguatan kelompok sebaya dan pendidik yakni guru, ustad dan pengurus dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penguatan kapasitas yang diberikan kepada santri, pendidik sebaya, guru/ustadz dan ustadzah serta pengurus digunakan dalam rangka menciptakan support system untuk proses pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Lembaga konsultasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (LKP3A) Fatayat NU DI Yogyakarta sebagai organisasi perempuan yang fokus pada isu perempuan dan anak memiliki tanggung  jawab untuk melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak juga memaksimalkan pendampingan kasus kekerasan yang terjadi pesantren. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan  khoiro ummah (sebaik-baik umat) yang berlaku adil dan memberikan kemaslahatan bagi seluruh alam, khususnya perempuan dan anak. Proses ini harus diupayakan secara terus menerus. Sehingga perempuan dan anak memperoleh hak-hak nya dalam mendapatkan akses informasi tentang keadilan gender dan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

 

Reference

Buku Panduan LKP3A tahun 2021

Catatan Komas Perempuan tahun 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here