Rindang

 

“Saya tidak tahu bu, saat itu saya sedang ada kelas, lalu saya mendengar suara Hilda bereriak-teriak,beberapa siswa ke luar kelas dan mengerumuni Hilda, saat itu Hilda mengamuk bahkan dia menarik kerah baju beberapa siswa sambil bilang ‘kamu pelakunya’ teriakan dan tangisan Hilda semakin menjadi-jadi. Pak kepala datang dan menyuruh kami melakukan ini.”

Aku mengangguk mengerti. Aku kembali mengajak bu Ema masuk ruangan UKS dan membantu ibu melepaskan ikatan kaki Hilda. Ku lihat Hilda tersedu di pelukan ibunya.

“Ibu.. Hilda mau pulang, Hilda benci sekolah ini, Hilda benci mereka semua, Hilda benci laki-laki, Hilda benci semua…”

Tangisannya membuat bu Ema tidak bisa menahan air mata, ku lihat bu Ema menarik nafas dan menyeka air matanya.

“Saya bisa meminta bantuan ibu?” kataku pelan membisiki bu Ema.

“Bantuan apa?”

“Saya minta nomer Hp boleh?”

Bu Ema mengangguk dan memberi nomernya.

“Terima kasih bu, saya akan menghubungi ibu.”

Aku mengajak ibu dan Hilda pulang, aku mencoba untuk diam tidak bersuara apapun, selama perjalanan Ku biarkan ibu menguatkan Hilda dengan bahasa ibu yang penuh kasih sayang.

Sesampai di depan rumah, beberapa warga berkumpul di sana. Kami turun dari mobil disambut banyak sapaan dari warga bahkan pertanyaan yang sangat tidak nyaman. Segera aku percepat langkah untuk membawa Hilda masuk ke rumah.

“Ibu tunggu di sini saja, biar saya yang menemui mereka semua. Ibu temani Hilda saja ya,” pintaku.

Aku berjalan tenang mendekati mereka.

“Mbak, itu Hilda sakit apa? Saya dengar dari anak saya katanya Hilda hamil ya?”

“Iya, saya juga sudah curiga dari beberapa minggu lalu, Hilda gak pernah terlihat berangkat sekolah, trus juga saya beberapa kali dengar perempuan mual-mual. Lha rumah saya di belakang persis rumah Hilda. Saya kira ibunya yang lagi hamil, kan maklum janda muda masih banyak laki-laki yang suka, eh ternyata malah anaknya.”

Saya menarik nafas dan menghelanya dengan berusaha tetap tenang.

“Mohon maaf ya ibu-ibu semua, kita tidak boleh membicarakan orang sepeti itu. Apalagi Hilda dan ibunya adalah tetangga ibu-ibu semua.”

(Bersambung)

_________

Mohon Maaf, untuk Kisah Hilda kami hapus dari web, karena sudah masuk proses Edit untuk diterbitkan dalam bentuk Novel.

Teruntuk Sahabat Pecinta Kisah Hilda, penulis haturkan terima kasih sudah berkenan membaca kisah Hilda, dan tunggu kehadiran kisah Hilda dalam bentuk Novel pada awal tahun 2020.

Salam Cinta untuk Semuanya.

*Oleh: Muyassaroh H, asal Panguragan Cirebon. Saat ini menetap di Wonocatur Baguntapan Bantul. Bersama keluarga kecilnya Ia menemani anak-anak di TPA Masjid Az-Zahrotun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here