Oleh Abad Badruzzaman
Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni, IAIN Tulungagung
Tentang Barat dan Islam, rame-rame soal Pak Biden yang sukses mengalahkan Om Trump di Pilpres Amerika kali ini, mendorong saya membuka lemari buku yang berdebu karena jarang disentuh untuk nyari bacaan yang relevan dengan topik seperti judul status ini. Saya temukan buku berjudul: Al-Gharb wal Islam. Terjemahannya juga sama dengan judul tulisan ini.
Dari buku itu saya mendapat gambaran bahwa pandangan Barat terhadap Islam tidak tunggal. Hal tersebut karena ketidaktunggalan garis yang ada di tengah mereka. Setiap garis punya pandangan dan kebijakannya sendiri. Dalam hal ini paling tidak, ada empat garis: garis resmi, garis semi-resmi, garis akademik, dan garis media. Sebetulnya ada satu lagi: garis Israel atau peran Israel. Namun demikian, tulisan ini tidak akan membahas yang disebut terakhir. Hanya fokus ke empat garis pertama saja.
Pertama: Garis Resmi.
Yang dimaksud garis resmi adalah sikap para pejabat yang terlibat dalam membuat keputusan, atau mereka yang bicara atas-nama lembaga pembuat keputusan, atau juga orang-orang partai yang kemudian duduk di parlemen. Hal mendasar yang penting untuk diperhatikan dari sikap resmi Barat secara umum-dan Amerika secara khusus-ini adalah bahwa mereka memedomani karakter diplomasi yang “tenang” jauh dari “menyerang” Islam dan gerakan Islam. Bahkan, meski bersifat retoris, mereka menunjukkan sikap bersahabat pada negara-negara Islam seraya mengenyahkan aneka bentuk benturan; baik benturan sejarah maupun kepentingan.
Garis resmi juga menunjukkan pengakuan dan penghormatan pada Islam sebagai satu dari tiga agama besar monotheis yang memiliki perangkat hukum dan moral. Posisi Islam kata mereka, sama dengan dua agama pendahulunya: Yahudi dan Kristen. Tiga agama sama-sama percaya satu Tuhan, ketiganya menghormati hidup manusia, dan kesemuanya meletakkan dasar-dasar perilaku bagi para pemeluknya.
Garis resmi pun menyadari bahwa mayoritas terbesar orang Islam di mana pun bukan teroris, tapi bukan pula para juragan minyak yang kaya-raya. Mereka (kebanyakan orang Islam) adalah orang-orang biasa yang bekerja memenuhi kebutuhan hidup, menafkahi keluarganya, dan sebisa mungkin meningkatkan taraf hidupnya.
Kedua: Garis Semi-Resmi.
Yang dimaksud Garis Semi Resmi ini adalah kelompok-kelompok yang dekat dengan lingkaran pembuat keputusan di Barat dan Amerika. Mereka umumnya berada dalam lingkaran pusat-pusat politik dan ekonomi dengan tugas terbatas, yaitu melakukan studi kawasan dan segala problematikanya berdasarkan standar tertentu, lalu mengajukan data dan dokumen memadai hasil kajiannya berupa rekomendasi dan hasil-hasil yang diinginkan oleh lembaga-lembaga pembuat keputusan. Pada banyak kejadian, studi-studinya tersebut dijalankan secara “text-book”. Selain itu, beberapa lembaga resmi banyak yang menggunakan tenaga mereka dan membekalinya dengan sejumlah tokoh berpengalaman di bidang pemerintahan atau para petinggi partai yang relevan.
Bisa kita duga dan menganggapnya itu sebagai hal yang wajar, pendapat dan pandangan serta hasil kajian mereka tentang Islam dan gerakannya berbeda-beda. Misalnya terkait apakah Islam itu merupakan ancaman atau sebuah “kekuatan” yang mungkin bekerjasama dengannya. Namun begitu, beberapa poin dapat ditunjuk sebagai titik-titik kesepakatan di antara mereka, sebagai berikut:
- Gerakan Islam merupakan kekuatan yang sedang bertumbuh dan dinamis serta memiliki basis yang luas dan pengaruh yang dalam. Dalam beberapa waktu yang akan datang, dengan melihat aneka fenomenanya, Islam akan menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen di atas Yahudi di Amerika.
- Adalah ketidak-adilan yang nyata terhadap jutaan umat Muslim yang taat hukum, mengaitkan fundamentalisme Islam dengan terorisme. Terlebih, mengait-ngaitkan semacam itu dapat menyumbat nalar dan menjadi penghalang bagi upaya memahami gerakan mondial yang penting ini secara objektif.
- Pola interaksi yang sehat yang darinya kajian atas gerakan Islam harus berangkat adalah bahwa Islam bukan cuma akidah-teologis seperti Kristen, melainkan juga tatanan politik, undang-undang (hukum) dan cara hidup.
- Revolusi Islam Iran (1979) telah memantik pertanyaan mendasar di banyak negara Islam: “Siapa aku?” Pertanyaan itu juga sekaligus ekspresi dari adanya kesadaran banyak dari orang Arab dan Islam akan kekeliruan “model” yang selama beberapa dekade mereka ikuti dan mereka mendapati bahwa selama ini mereka cuma mengekor ke orang lain, bukan dirinya sendiri. Atas pertanyaan itu mereka menjawabnya sendiri bahwa: “Kita harus kembali ke akar-akar Islam.”
- Fundamentalisme Islam memiliki sisi yang amat positif. Layanan-layanan kesehatan di perkampungan paling miskin di kota Kairo misalnya, menegaskan betapa orang Islam harus secara nyata memiliki perhatian terhadap kemiskinan dan orang-orang miskin.
Ketiga: Garis Akademik.
Sikap para akademisi Barat terhadap Islam politik dicirikan dengan upaya mereka mencari akar dari sebuah fenomena, mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, perkembangannya dan ekspresi-ekspresi lahiriahnya. Sebagai sebuah fenomena, kemudian mereka mengawinkannya dengan fenomena lainnya, yaitu nasionalisme Arab. Mereka sampai pada fokus bahwa fundamentalisme agama dan nasionalisme muncul di waktu yang sama. Hanya, isu yang pertama dianggap kurang penting sampai akhir 70-an.
Mereka melihat bahwa fundamentalisme dan nasionalisme memiliki tujuan-tujuan politik yang sama: menjaga kekuasaan, meraih kekuasaan, dan melakukan perluasan kekuasaan. Tujuan yang terakhir, kata mereka, paling menyedot perhatian dan wujud konkretnya adalah apa yang mereka sebut sebagai “Iran-Khomeini”. Bahkan secara umum Islam pun acap disebut sebagai “fundamentalisme-ekspansionisme”.
Keempat: Garis Media.
Media Barat memainkan peran menonjol dalam membentuk pandangan Barat terhadap Islam politik. Banyak dari mereka yang berkecimpung di dalamnya benar-benar meniupkan api sehingga opini publik di sana percaya bahwa Islam adalah ancaman zaman, berbahaya, atau ancaman masa depan. Media non-mainstream yang tidak setuju dengan anggapan ini belum berhasil membuat penyeimbang. Gambaran yang benar tentang Islam masih tenggelam oleh gencarnya “gelontoran “media mainstream tentang Islam yang mengancam dan membahayakan.
Meskipun ada kecenderungan kuat untuk membedakan antara Islam sebagai agama dan Islam politik, namun tetap saja media menarasikan fanatisme akut dan permusuhan terhadap Islam secara keseluruhan dalam poin-poin berikut:
- Islam bertentangan dengan demokrasi.
- Perlu penguatan hubungan sinergis antara memerangi gerakan Islam dengan dukungan terhadap rezim tiranik di negara-negara Islam; perlu dukungan nyata terhadap rezim otoriter yang pro-Barat demi memerangi gerakan Islam.
- Acap-kali memprovokasi untuk mengorbankan demokrasi jika memberlakukannya justru mendorong kelompok-kelompok Islam sampai ke tampuk kekuasaan.
____
*diolah dari Mona Yasin, “Al-Islam fi ‘Uyun al-Gharb” dalam “Al-Gharb wa al-Islam”.